Berita

Beranda Berita PROYEK INFRASTRUKTUR JALAN PERBATASAN RI-TIMOR LESTE TERUS DIGARAP
Beranda Berita PROYEK INFRASTRUKTUR JALAN PERBATASAN RI-TIMOR LESTE TERUS DIGARAP

PROYEK INFRASTRUKTUR JALAN PERBATASAN RI-TIMOR LESTE TERUS DIGARAP

  •  07 Nov 2017
  • Berita/Umum
  • 1485 viewed
Foto: PROYEK INFRASTRUKTUR JALAN PERBATASAN RI-TIMOR LESTE TERUS DIGARAP

BELU (BINA MARGA) - Selain ruas perbatasan di Papua dan Kalimantan, tak ketinggalan Pemerintah melalui Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga membenahi jalur perbatasan di Nusa Tenggara Timur.

Maka dari itu Bina Marga juga dilibatkan untuk membenahi dua jembatan penyebrangan masing-masing di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain di Kab. Belu dan PLBN Motamasin, Kab. Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Kita sedang berada di PLBN motaain, kita sedang mengerjakan pembangunan jembatan baru di sini. Jembatan (eksisting) ini sudah rusak, ada defleksi, " ujar Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional X, Hadrianus Bambang, di Motaain, pada selasa (07/11).

Adapun rencana Jembatan Motaain baru akan memiliki panjang 22,7 meter, lebar 7 meter, trotoar 1.5 meter di setiap sisi, dan 2 lajur. Sementara saat ini sedang berlangsung pembangunan jembatan penyeberangan di PLBN Motomasin sepanjang 35 meter, lebar 7 meter, trotoar 1.5 meter x2, senilai Rp. 11,1 miliar, dan ditargetkan selesai akhir tahun 2017.

Kepala BPJN X menjelaskan bahwa dalam mengerjakan Jembatan Motaain, dirinya telah mengundang berbagai unsur kementerian dan lembaga termasuk TNI untuk berkoordinasi karena berhubungan dengan diplomasi & kedaulatan negara.

"Sekarang memang ada gambaran mengenai lokasi patok batas yang tidak bisa digeser karena berkaitan dengan kedaulatan dan kesepakatan internasional. Secara teknis sebagai engineer saya pilih trase yang paling menguntungkan tanpa mengganggu yang lain," ujar pria yang akrab disapa Nanung ini.

Selain dua jembatan diatas, Nanung mengungkapkan BPJN X juga diberi tugas membangun jalan dan jembatan jalan perbatasan dengan Timor Leste atau disebut Sabuk Merah Sektor Timur sepanjang 176 km (dari PLBN Motaain hingga PLBN Motamasin).

Pembangunan Sektor Timur sudah dimulai sejak tahun 2015. Menurut Nanung hingga tahun ini yang teraspal baru sekitar 50 km dan sekitar 20 km belum tertangani.

"Tahun 2018 sudah kami alokasikan anggaran sekitar 100 miliar. Artinya tahun depan jalan ini akan tembus. Ketika jalan tembus akan mempermudah mobilitas di perbatasan terutama untuk sektor keamanan, sosial, ekonomi, dan juga yang lain," katanya.

Ia menegaskan bahwa kawasan perbatasan di NTT berbeda karena menghubungkan dua kabupaten yang sedang berkembang yaitu, kabupaten Belu di kota atambua dan dan kabupaten Malaka di kota Betun. Menurut Nanung, jarak 176 km jika sudah diaspal semua nya maka akan membangkitkan ekonomi karena dampaknya bagi masyarakat sudah terlihat.

"Kemarin saya sudah jalan ke perbatasan ini dengan media nasional. Dari wawancara dengan pekerja lokal terungkap bahwa penghasilan mereka meningkat dua kali lipat. Bupati Belu pun sudah mengapreasiasi pembangunan perbatasan selama 3 tahun ini," aku Nanung.

Di NTT saat ini terdapat tiga PLBN sektor timur, yaitu Motaain, Motamasin, dan Nusa Kato. Masih ada jalur perbatasan di sektor barat yang masih dalam tahap perencanaan. Adapun panjang rencana ruas tersebut adalah 130 km.

"Kita Fokus dulu di sektor timur. Jika selesai, ini akan jadi era pembangunan yang merata didalam kehidupan berbangsa yang sudah merdeka 72 tahun ini saya kira presiden Jokowi dengan program seperti itu akan memberikan sebuah kepercayaan kepada masyarakat perbatasan sehingga bisa menikmati pembangunan," ucapnya.

Pada kesempatan yang sama Kepala Satuan Kerja Wilayah 2, NTT, Nikolaus Botha memaparkan data bahwa tahun 2017 ada beberapa paket pekerjaan pembangunan perbatasan, yaitu Pembangunan Jalan Motain-Haekesak (25,2 km), Pembangunan Jalan Motamasin-Dafala (24,5 km), Pembangunan Jalan Dafala-Nualain (34,2km), Pembangunan Jalan Haikesak-Henes (20km) dengan nilai total sekitar Rp. 400 Milyar.

Selain itu juga ada 4 paket pekerjaan jembatan, yaitu Pembangunan Jembatan Haliwen (120 M), Jembatan Fatumatak (45 m), Jembatan Motamasin (35 m), dan Jembatan Sungai Pos Lookeu (45 m) dengan nilai total sekitar Rp. 77 milyar.

Menurut Nanung, setelah diidentifikasi, di Sektor Timur Sabuk Merah terdapat 27 lokasi rencana jembatan namun tahun 2017 hanya empat jembatan yang dikerjakan. "Tahun ini empat selanjutnya akan kita selesaikan 23 sisanya. Harapan saya tahun 2018 kita semakin membuka jalur transportasi di sabuk merah sektor timur ini," jelas Nanung.

Selain jalur perbatasan, bagaimanakah kondisi Jalan Nasional di NTT?

Nanung mengakui bahwa jalan nasional sepanjang 1800km di NTT dalam kondisi cukup bagus meski terbagi di beberapa pulau besar seperti pulau Sumba, Flores, dan Timor. Tetapi Nanung ingin lebar jalan nasional di NTT menuju lebar yaitu 7 meter secara bertahap. "Saat ini masih ada yang 5.5 meter bahkan 4.5 meter. Kemudian kita ingin mendapatkan 7 meter sehingga arus logistik bisa lancar," kata Nanung.

Menurut Nanung, pemenuhan lebar jalan standar 7 meter di NTT masih terkendala anggaran. Maka dari itu ia bersama jajarannya membuat prioritas pekerjaan yang akan dilakukankan. "Program prioritas dari pusat tetap kita ikutin. Kita melakukan penyaringan dengan tahapan yang baik sehingga target kita tercapai dengan baik," ucapnya. Sejak ia bertugas di NTT, Nanung mendorong jajarannya untuk melakukan penggantian jembatan di seluruh NTT.

Dengan pembangunan perbatasan, pemerintah ingin pembangunan ini bermanfaat bagi masyarakat. "Jadi kalau saya membangun saya akan buat yang umurnya panjang, permanen. Kalau jalan belum butuh 4 lajur kecuali di depan ikon perbatasan. Kalau untuk jalan trans saya 6-7 meter sudah cukup. Tapi saya ingin hingga lapisan aspal. Supaya apa? Generate di traffic-nya terbangun. Kalau sudah, ekonomi akan terbangun yang akan membangun kesejahteraan. Perlu diingat teori di perbatasan ini suply create demand, jadi saya create suply demand-nya akan muncul," tutup Nanung. (Ian)