Ditjen Bina Marga Rintis Skema Pembiayaan KPBU-AP
- 03 Juli 2019
- Berita/Umum
- 2830 viewed
YOGYAKARTA (BINA MARGA) – Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR) tengah merintis skema Kerja sama Pemerintah Badan Usaha-Availability Payment (KPBU-AP) untuk pendanaan pekerjaan pemeliharaan (preservasi) jalan. Hal tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PUPR, Soebagiono pada Seminar Pendidikan Kedinasan Inovasi Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan, di Yogyakarta, Selasa (2/7).
Menurut Soebagiono, dalam Rencana Strategis (Renstra) periode 2015-2019, Ditjen Bina Marga menargetkan pencapaian tingkat kemantapan 98% untuk 47.017 KM Jalan Nasional. Namun memasuki tahun akhir Renstra tersebut, Bina Marga nampaknya hanya mampu mencapai tingkat kemantapan jalan 92-93%.
“Preservasi jalan kita memang belum menggembirakan, pada akhir periode Renstra ini akan ada gap 5-6%,” jelas Soebagiono.
Hambatan anggaran menyebabkan Ditjen Bina Marga belum mampu mencapai target tersebut. Pasalnya dalam RPJMN (2015-2019) dan Renstra Kementerian PUPR alokasi untuk pembiayaan jalan nasional sebesar Rp 278 triliun namun total DIPA Bina Marga yang disetujui hanya Rp 235 triliun.
“Ada akumulasi backlog sebesar Rp 44 triliun sehingga berdampak pada capaian target kemantapan jalan, target peningkatan jembatan dan kondisi fisik pembangunan jalan yang belum semuanya teraspal,” jelas Soebagiono.
Berkaca dari fakta tersebut, Bina Marga tengah merintis Skema KPBU-AP sebagai solusi efektif bagi percepatan pembangunan nasional, menciptakan layanan jalan nasional yang lebih berkelanjutan, meningkatkan efektivitas dari penggunaan APBN atas kepastian output layanan publik, dan meningkatkan peran Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur publik.
KPBU-AP sejatinya adalah bentuk Delivery System baru dari Kementerian/Lembaga kepada penyedia jasa untuk melakukan suatu kegiatan. Saat ini pemerintah lazim menggunakan skema Swakelola, Build Contract, Design Build Contract, dan Design Finance Build Contract.
Perbedaan prinsipil skema KPBU-AP dengan skema konvensional yaitu pembebanan resiko kepada badan usaha yang dapat mengelolanya secara efektif dan efisien, sehingga tidak ada resiko pembengkakan biaya, resiko keterlambatan waktu konstruksi, resiko kualitas layanan, beban APBN lebih terkendali, layanan yang tersedia sesuai dengan yang diperjanjikan, APBN tidak perlu mengalokasikan biaya operasi perawatan, serta menyediakan value for money yang lebih baik.
“Mulai desain Dalam KPBU ada sharing antara pemerintah dan badan usaha. Resiko sharing kita bagi dengan swasta (badan usaha). Badan usaha diberi kesempatan melakukan inovasi sejak perencanaan sampai manajemen pemeliharan. Mereka harus merencanakan lebih matang dari awal, “ ujar Soebagiono.
Perencanaan yang matang menjadi kunci karena masa kerjasama KPBU-AP ini sangat panjang, yaitu mencapai 15 tahun. 3 tahun pertama adalah Masa Konstruksi (jika ada) dan 12 tahun Masa Layanan (preservasi).
Sebagai percontohan, Ditjen Bina Marga akan menerapkan skema KPBU-AP untuk pemeliharaan jalan nasional di Sumatera Selatan sepanjang 29,87 KM pada ruas Jalan Sriwijaya Raya (6,3 KM), jalan Mayjen Yusuf Singadekane (5,2 Km), jalan Letjen H. Alamsyah Ratu Perwiranegara (3,15km), jalan Soekarno-Hatta (8,32KM), jalan Akses terminal Alang-Alang Lebar (4KM), dan jalan Sultan Mahmud Badarudin II (2,9KM).
Dengan masa kerjasama 15 tahun tersebut, Badan Usaha bertanggung jawab atas pekerjaan jalan, jembatan beserta bangunan/struktur pendukungnya, pembiayaan, Rencana Teknis Terperinci, Pelaksanaan Konstruksi, Pengoperasian & pemeliharaan, dan penyerahan kembali. Tak tanggung-tanggung, estimasi anggaran yang dibutuhkan pun sebesar Rp 916,4 miliar.
Soebagiono berharap jika skema KPBU-AP akan diterapkan secara menyeluruh di masa depan, akan memerlukan Sumber Daya Manusia yang handal baik dari pihak pemerintah maupun swasta. (ian)