DIRJEN BINA MARGA DORONG PENERAPAN VALUE ENGINEERING BERKELANJUTAN
- 27 Sept 2022
- Berita/Umum
- 1204 viewed
BANDUNG – BINA MARGA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan berbagai pendekatan atau metode kajian yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi suatu proyek. Salah satu metode yang mulai diterapkan pada proyek konstruksi jalan adalah value engineering (VE) atau umum disebut rekayasa nilai.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Hedy Rahadian mengatakan VE merupakan proses pengambilan keputusan berbasis tim multidisipliner yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur untuk mencapai nilai (value) terbaik suatu proyek dengan menjaga kualitas fungsi dan kinerja yang dibutuhkan. Dengan kata lain VE bertujuan mencapai pola atau cara membangun infrastuktur jalan dengan biaya paling efisien tanpa mengurangi kualitas.
“Ada cara yang lebih hemat dalam melaksanakan pekerjaan jalan sehingga tidak menghamburkan anggaran untuk items yang tidak substansial,” ujar Hedy pada Conference Value Engineering, yang diprakarsai oleh Direktorat Bina Teknik Jalan dan Jembatan, Selasa (27/09) pagi.
Hedy menambahkan, implementasi kajian VE bisa diterapkan pada seluruh siklus hidup proyek, yakni perencanaan, perancangan, pelaksanaan konstruksi, pemeliharaan, hingga pembongkaran. Hedy berharap kajian VE membawa perubahan cara berpikir dalam proses mengambil keputusan di sepanjang bisnis proses pekerjaan infrastruktur jalan oleh Ditjen Bina Marga.
“Mulai dari planning dan programming. Jadi dari planning sudah ada insting itu. Jadi bukan hanya memahami tapi juga melaksanakannya,” jelasnya.
Guna meningkatkan implementasi kajian VE, tahun ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 11/SE/Db/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Teknis Rekayasa Nilai dan Pedoman Pelaksanaan Teknis Rekayasa Nilai. Menurut Direktur Bina Teknik Jalan dan Jembatan, Nyoman Suaryana, sejak 2018 pihaknya telah melakukan tujuh studi dan 20 miniworkhsop terkait implementasi VE.
Pada konferensi yang dilakukan secara luring dan daring ini, terungkap beberapa studi kasus pelaksanaan VE pada pekerjaan jalan dan jembatan. Sejak empat tahun lalu, Ditjen Bina Marga mendorong pelaksanaan VE pada kegiatan Loan Program Engineering Services Project (ESP) yang terdiri dari 13 paket pekerjaan jembatan. Setelah studi lebih jauh, implementasi kajian VE diperlukan untuk paket pekerjaan Fly Over (FO) Joglo dan Canguk di Jawa Tengah serta Jembatan Enang-enang di Aceh.
Secara umum, kajian VE menghasilkan alternatif–alternatif yang teridentifikasi dan akan dianalisis lebih lanjut oleh tim proyek. “Masing-masing kajian VE yang dilakukan menghasilkan beberapa alternatif skenario teknis yang kemudian diberi scoring. Hasil scoring akan menentukan skenario mana yang paling efisien dari segi biaya tanpa mengurangi kualitas,” ujar Hendra Widharta, salah satu pelaksana kajian VE dari Direktorat Pembangunan Jembatan.
Studi kasus lain menunjukkan kajian VE yang dilakukan, bahkan sejak proses uji kelayakan (Feasibility Study/FS). Kajian VE menemukan sejumlah masalah pada FS Pembangunan Jalan Akses Pelabuhan Ujung Jabung. Dalam perkembangannya penyelesaian pelabuhan ini terkendala pendanaan dari Kementerian Perhubungan, lahan belum tuntas, dan belum ada akses jalan nasional. Maka tim pelaksana VE memberi rekomendasi seperti potensi penggunaan transportasi sungai, membangun Jembatan Sei Rambut, membangun ruas Jambi-Suak Kandis-Sei Rambut-Ujung Jabung, dan membangun 5km akses Kemingking- Pelabuhan Talang Duku.
Terakhir, konferensi ini membahas implementasi VE pada desain FO Sekip di Palembang, Sumatera Selatan. Menurut Julia Augustine, Kasubdit Keterpaduan Sistem Jaringan Jalan dan Jembatan, optimasi desain FO Sekip dimulai sejak proses Detailed Engineering Design (DED) pada 2016, kemudian optimasi menjadi FO pada 2020, hingga dilakukan VE pada 2021.
“Kajian VE dilakukan saat desain review 2021 telah selesai. Motivasi kami adalah membangun apa yang dibutuhkan, tidak lebih tidak kurang,” jelasnya.
Julia mengatakan, evaluasi studi VE pada FO Sekip berhasil merumuskan penghematan biaya konstruksi hampir 50% menjadi Rp. 152,94 miliar dibanding anggaran konstruksi tahun 2016. “Memang besar penghematannya, mungkin pada saat DED 2016 dibuat ada permintaan beutifikasi dari pihak pemerintah daerah. Penghematan biaya yang besar ini bisa digunakan untuk memberi pelatuhan kajian VE kepada personil Ditjen Bina Marga,” katanya.
Berkaca dari studi kasus diatas, Hedy Rahadian berharap kajian VE mampu mereduksi items pekerjaan yang nantinya malah mubazir. Dia menginginkan kualitas sejak proses perencanaan hingga spending. Maka dari itu ada urgensi kajian VE karena bisa mengefisiensikan pekerjaan dan mengoptimalkan fungsi proyek ditengah keterbatasan anggaran.
“Kita punya anggaran jangan dihambur-hamburkan begitu saja untuk kegiatan yang tidak penting. Ini bukti nyata adanya peningkatan good governance juga,” tutup Hedy. (ian)