PELAYANAN PUBLIK PERLU SERVICE EXCELLENCE
- 12 Juli 2022
- Berita/Umum
- 666 viewed
TANGERANG – BINA MARGA Guna meningkatkan pengetahuan pelayanan publik yang baik, Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengadakan workshop Budaya Pelayanan Prima pada Selasa (12/07/2022) di Tangerang Selatan, Banten. Kegiatan ini dilatar belakangi adanya tuntutan kepada badan publik agar memberikan pelayanan yang cepat dan tepat guna, seiring tingginya ekspektasi masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
Kepala Bagian Hukum dan Komunikasi Publik, Sekretarariat Direktorat Jenderal Bina Marga, Ande Akhmad Sanusi mengatakan urgensi pelayanan prima sejalan dengan tuntutan dunia yang serba cepat dan kompeten. “Sesuai arahan Menteri PUPR terkait Reformasi Birokrasi kita senantiasa perlu meningkatkan pelayanan publik yang prima,” jelas Ande.
Dia menjelaskan bahwasanya kualitas pelayanan yang baik dan tingginya indeks kepuasan masyarakat menjadi salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Maka dari itu setiap Aparatur Sipil Negera diharapkan mempunyai orientasi memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Lebih jauh, Ande mengatakan bahwa area pelayanan masyarakat memerlukan perubahan mindset dan sistem agar semakin dipercaya oleh masyarakat. “Jika dahulu senang dilayani sekarang menjadi senang melayani,” kata Ande.
Pada workshop kali ini, sebagai narasumber yaitu Direktur Jaringan, Operasi dan Penjualan PT Pegadaian, Eka Pebriansyah, Subkoordinator Penyuluh Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Reinaldy dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Service Quality Indonesia, Purwanto Edi.
Eka Pebriansyah, selaku Direktur Jaringan Operasi dan Penjualan PT Pegadaian mengatakan pentingnya pelayanan yang baik bagi sebuah institusi. “Singkatnya jika pelayanan jelek, produk tidak akan laku,” jelasnya. Eka mengatakan hal tersebut berkaca dari evolusi PT. Pegadaian yang dirintis sejak tahun 2012.
Pegadaian melakukan banyak transformasi seperti menarget dan regenerasi nasabah kalangan milenial, masuk ke pembiayaan besar, diversifikasi jaminan, diversifikasi produk, digitalisasi layanan, bunga bersaing, multi chanel, pemutakhiran teknologi bisnis, serta jemput bola. “Transformasi ini membuahkan hasil yang ditunjukkan dengan pencapaian 20.3 juta nasabah yang dilayani oleh 4.086 outlet di seluruh Indonesia,” katanya.
Secara singkat menurut Eka, sebuah institusi memerlukan perubahan mindset atau pola pikir dari dua sisi. Pertama perubahan dari dalam institusi sehingga merubah persepsi eksternal atas institusi kita. “Selama 120 tahun, Pegadaian identik dengan orang tua yang sedang kepepet urusan duit. Namun setelah transformasi, 60% nasabah kita justru dibawah 45 tahun,” ucap Eka.
Purwanto Edi, Sekretaris Jenderal Asosiasi Service Quality Indonesia (ASQI) mengatakan saat ini pelayan publik harus mengutamakan kebahagiaan (delight) dan loyalitas stakeholders. “Jadi bukan hanya kepuasan pelanggan saja. Itu sudah tidak lagi istimewa,” jelasnya. Edi menekankan perlunya membangun hubungan dekat dengan stakeholders bagai sahabat sehingga timbul kepercayaan.
Kemudian menurut Edi, untuk organisasi kepuasan pelanggan memerlukan tiga excellence yaitu produk, proses, dan people. Pada aspek people, tiap pelaksana pelayanan publik harus memiliki kapasitas knowledge, skill, dan attitude. Kapasitas ini akan sangat terbantu dengan keahlian baru untuk membangun relationship, friendship, dan partnership. Sebagai penutup ,Edi menjelaskan bahwa petugas pelayan publik juga perlu memiliki high character meski low competence. “Karakter harus baik sementara kalau skill dan kompetensi bisa dilatih sehingga mencapai kesempuranaan,” jelas nya.
Workshop diikuti 70 peserta yang terdiri dari petugas Pelayanan Publik serta PPID BBPJN/BPJN di seluruh Indonesia. Ande berencana akan mengadakan kegiatan serupa untuk meningkatkan wawasan petugas pelayanan publik bagi pegawai Ditjen Bina Marga di Indonesia bagian Barat dan Timur. (Ian)