Berita

Beranda Berita Membangun Konektivitas Dengan Semen Yang Ramah Lingkungan
Beranda Berita Membangun Konektivitas Dengan Semen Yang Ramah Lingkungan

Membangun Konektivitas Dengan Semen Yang Ramah Lingkungan

  •  30 Agus 2021
  • Artikel/Artikel
  • 28213 viewed
Foto: Membangun Konektivitas Dengan Semen Yang Ramah Lingkungan

Oleh : Rulli Ranastra Irawan

Pengertian Semen

Sebagian besar masyarakat hanya mengenal satu jenis semen yakni semen yang digunakan dan dicampur bersama air, pasir, dan batu. Semen digunakan untuk infrastruktur dasar seperti rumah hingga infrastruktur berat seperti bendungan, jalan dan jembatan hingga terowongan.

Secara umum, definisi dari semen yang kita kenal adalah “serbuk yang jika dicampur dengan air akan memiliki sifat perekat yang mampu mengikat bahan mineral menjadi suatu kesatuan yang padat”. Kata cement berasal dari bahasa latin “Cementum” yaitu “pengikat atau perekat”.

Produk semen Portland di Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia, dan termasuk dalam kategori SNI Wajib yang dilindungi oleh Undang- Undang Nomor 20 tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian. 

Standar Nasional Indonesia tentang semen Portland di Indonesia pertama kali terbit pada tahun 1994, yaitu “SNI 15 2049 1994 Semen Portland.” Sebelumnya diatur dalam Standar Industri Indonesia (SII) tahun 1978 dan NI 1964. Pabrik semen pertama di Indonesia adalah BUMN PT. Semen Padang, yang didirikan pada 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch-Indische Portland Cement Maatschappij atau NIPCM.

Sekilas Standardisasi Semen

Bahan utama pembuatan semen adalah pasir, batu kapur dan tanah liat/clay, selain bahan tambahan untuk mengendalikan proses, seperti pasir besi (meratakan panas) dan gypsum (mengendalikan pengikatan). Seluruh bahan tersebut dibakar di dalam oven yang disebut KILN hingga mencapai panas 15000C dan mengubahnya menjadi material yang disebut klinker. Klinker inilah yang kemudian digiling hingga halus dan menjadi semen yang kita gunakan. 

Proses pembakaran bahan dasar semen yang membutuhkan temperatur hingga 15000C, yang menyebabkan, semen dipandang sebagai material yang “kurang ramah“ terhadap lingkungan. Hal tersebut dikarenakan jumlah emisi karbon dioksida (CO2) yang yang dihasilkan setara dengan jumlah semen itu sendiri. CO2 adalah senyawa yang paling dominan dalam proses pemanasan global, sehingga sering juga disebut sebagai gas rumah kaca (green house gas).

Secara umum, semen Portland terdiri dari tiga senyawa utama, yaitu oksida kalsium, oksida silica, dan alumina, selain dua senyawa lain yaitu sulfur dan besi. Kalsium dan silica berperan penting pada kekuatan dan keawetan beton, sedangkan alumina, sulfur dan besi berperan penting dalam proses pengikatan, dan kecepatan hidrasi.

Untuk menyepakati sifat-sifat dari semen Portland tersebut disusunlah standar tentang semen Portland. Saat ini terdapat beberapa standar yang diakui oleh negara-negara  di dunia yang mengatur tentang semen Portland. Sebagai contoh adalah American Society for Testing and Materials (ASTM) dan British Standards (BS). 

Berdasarkan standar di Amerika (ASTM), setidaknya terdapat 3 standar yang mengatur yaitu:
•  ASTM C150 Portland Cement yang mengatur enam  jenis  semen  berdasarkan    sifat  fisik, mekanik dan komposisi kimianya
•  ASTM C595 Blended Cement  yang mengatur empat  jenis  semen  sifat  fisik,  mekanik, komposisi kimia (yang lebih longgar) dan jenis bahan tambahannya
•  ASTM C1157 Performance Attributes of Cements yang mengatur enam jenis kinerja semen berdasarkan  sifat fisik, mekanik, dan komposisi kimia (yang lebih longgar).

Ketiga standar tersebut yang mempengaruhi substansi dari SNI yang mengatur produk semen Portland yang umum dipakai di Indonesia, yaitu:

  • SNI 2049:2015 Semen Portland  (OPC) (ASTMC150)

  • SNI 0302:2014 Semen Portland Pozolan / PPC (ASTM C595) danSNI 7064:2014 Semen Portland Komposit / PCC  (ASTM C1157)

Untuk memahami perbedaan dari ketiga tipe semen yang umum digunakan, berikut ini adalah definisi dari OPC (Ordinary Portland Cement), PCC (Portland Composite Cement) dan PPC (Portland Pozolan Cement)  yang didapat dari masing-masing SNI sebagaimana disebut di atas, yaitu :

Semen Portland

Semen Portland terdiri atas 5 tipe dengan perbedaan manfaat sebagai berikut:

  • Semen Portland Tipe 1 adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen Portland utamanya yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama- sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain.

  • Semen Portland Tipe II yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.

  • Semen Portland Tipe III semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.

  • Semen Portland Tipe IV yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.

  • Semen Portland Tipe V yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.

Semen Portland Pozolan

Semen Portland pozolan adalah suatu semen hidrolis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen Portland dengan pozolan halus. Semen ini diproduksi dengan menggiling klinker bersama-sama, atau mencampur secara merata bubuk semen Portland dengan bubuk pozolan. Bisa pula gabungan antara menggiling dan mencampur, di mana kadar pozolan 6 % sampai dengan 40 % massa semen Portland pozolan.

Semen Portland Komposit

Semen Portland komposit adalah bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen Portland dan gips dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen Portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozolan, senyawa silikat,batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6 % - 35 % dari massa semen Portland komposit.

Pada tahun 2019, Asosiasi Semen Indonesia (ASI) melaporkan penjualan semen di Indonesia sebanyak kurang lebih 70 Juta ton, yang mayoritasnya adalah semen OPC sebesar 36 juta ton dan PCC sebesar 33 juta ton, dan sisanya adalah PPC dan semen Portland lainnya.

Setidaknya hingga tahun 2020, telah terdata dua puluh produsen semen Portland yang mendirikan pabrik di Indonesia. Satu produsen semen, bahkan ada yang memiliki beberapa pabrik di beberapa lokasi yang berbeda. Mayoritas pabrik semen tersebut menghasilkan semen tipe PCC dan OPC.

Penggunaan Semen Ramah Lingkungan

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, proses produksi semen termasuk penyumbang emisi terbesar dari kegiatan manufaktur, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga ditemukan di banyak negara.

Sebagai bentuk partisipasi dalam menurunkan emisi gas rumah  kaca  di  dunia,  Indonesia  meratifikasi  Protokol Kyoto atas kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim melalui Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 Tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim).

Protokol ini secara substansi berkomitmen untuk turut berupaya menurunkan emisi dari berbagai kegiatan. Undang undang tersebut kemudian di turunkan menjadi peraturan yang lebih operasional, antara lain:

  • Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, dan

  • Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2012 Rencana Aksi Nasional Mitigasi Dan Adaptasi Perubahan Iklim Tahun 2012 – 2020

Dalam hal konektivitas, Peraturan Menteri PU No. 11 tahun 2012, menyebutkan kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sub bidang jalan dan jembatan, yang salah satunya meliputi upaya mitigasi perubahan iklim berupa penggunaan material jalan yang ramah lingkungan. 

Hal tersebut dapat diterjemahkan dengan menggunakan produk samping dari proses kegiatan industri sebagai material konstruksi pengganti semen Portland, sebagaimana yang diatur dalam Standar berikut ini:

  • SNI  2460:2014  Spesifikasi  abu  terbang  batubara  dan pozolan alam mentah atau yang telah dikalsinasi untuk digunakan dalam beton (ASTM C618-08a, IDT)

  • SNI 6385:2016 Spesifikasi semen slag untuk digunakan dalam beton dan mortar

Penggunaan semen Portland (OPC) dapat disubstitusi sebagian dengan menggunakan abu terbang yang berasal dari industri pembangkitan listrik, atau menggunakan slag yang digiling halus atau semen slag yang berasal dari industri logam. 

Penggantian tersebut dapat dilakukan tanpa mengurangi target kekuatan maupun usia layan dari infrastruktur yang dibangun. Bahkan penggunaan kedua produk samping tadi mampu memberikan nilai tambah berupa penghematan biaya, peningkatan keawetan maupun kemudahan pelaksanaan.

Sebagai contoh, penggunaan abu terbang pada pekerjaan mass concrete dapat mengurangi biaya akibat proses pengendalian panas yang timbul jika menggunakan metode mekanis (pipa dan pompa), karena kemampuan abu terbang yang dapat menurunkan panas hidrasi pada bagian inti struktur beton.

Penggunaan abu terbang dalam industri semen non OPC juga dimungkinkan dengan penggunaan PPC tipe I-PK atau PCC dengan mekanisme special blended cement. Penggunaan semen  slag  dalam industri semen juga telah dimungkinkan melalui pemanfaatan Semen Portland Slag yang memenuhi SNI 8363:2017.

Penggunaan bahan-bahan substitusi ke dalam “blended cement” yang nantinya akan menjadi bahan penyusun beton dinilai dapat menurunkan emisi gas rumah kaca, disebabkan karena substitusi tersebut dapat mengurangi energi yang diperlukan dalam pembakaran klinker untuk menghasilkan volume tertentu dari semen Portland yang diproduksi. Menurut sejumlah sumber, setiap jenis semen yang tersedia di pasaran, memiliki sasaran dalam penggunaannya.

Menurut sejumlah sumber, setiap jenis semen yang tersedia di pasaran, memiliki sasaran dalam penggunaannya. Hal tersebut memiliki tujuan memperoleh kemudahan pelaksanaan dan memenuhi persyaratan keawetan sebagaimana disebutkan dalam tabel di bawah ini.

Jenis Semen

Rekomendasi Penggunaan

OPC

Semen Portland Tipe I (OPC)

Penggunaan Umum, Kekuatan Awal Tinggi, Kekuatan Lentur Tinggi (Jalan Beton, Jembatan, Komponen Pracetak Struktural)

Semen Portland Tipe II (OPC)

Struktur di sekitar Air dan Tanah berkandungan Sulfat sedang (Gedung, Jembatan, Dermaga, Irigasi)

Semen Portland Tipe III (OPC)

Beton Fast Track, Shotcrete (Jalan Beton, Gedung)

Semen Portland Tipe IV (OPC)

Struktur dengan Pembetonan Massa (Gedung, Jembatan, Dermaga, Bendung)

Semen Portland Tipe V (OPC)

Struktur di sekitar Air dan Tanah berkandungan Sulfat Tinggi (Gedung, Jembatan, Dermaga, Bendung, Irigasi)

Non OPC

Semen Portland Komposit (PCC)

Penggunaan Umum (Rumah Tinggal, Gedung, Komponen Pracetak Non Struktural)

Semen Portland Pozolan (PPC)

Struktur dengan Ketahanan eksposure rendah sampai sedang (Gedung, Jembatan, Dermaga)

Semen Portland Slag

Struktur dengan Ketahanan eksposure sedang sampai tinggi (Gedung, Jembatan, Dermaga, Bendung, Irigasi)

Semen Slag (GGBFS)

Bahan Tambah Mineral untuk Meningkatkan ketahanan eksposure OPC dan menurunkan panas hidrasi beton (Gedung, Jembatan, Dermaga, Bendung, Irigasi)

Abu Terbang Tipe F atau Tipe C

Bahan Tambah Mineral untuk Meningkatkan ketahanan eksposure OPC dan menurunkan panas hidrasi beton (Gedung, Jembatan, Dermaga, Bendung, Irigasi)

Potensi Penggunaan

Apabila beton dengan semen Portland dalam penggunaannya, diberi suatu kriteria yang harus dipenuhi, sebenarnya tidak hanya capaian kekuatan (kuat tekan atau kuat lentur) yang harus dipenuhi, tetapi ada beberapa kriteria lain yang terkait erat dengan kebutuhan akan keawetan struktur (usia layan) dan kemudahan pelaksanaan. 

Kebutuhan tersebut akan mudah dan lebih efisien untuk dicapai jika bahan-bahan atau semen yang digunakan adalah bahan-bahan yang ramah lingkungan. Hal tersebut karena kandungan silika dan alumina dalam bahan-bahan tersebut yang mampu memberikan proses pengikatan sekunder yang mendukung proses utama dengan semen.

Saat ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sedang menyusun Rencana Strategis (RENSTRA) pembangunan jangka menengah. Di dalamnya terdapat Visium 2030, di mana terdapat target untuk sektor konektivitas. Di antara target itu adalah: jalan mantap 99 persen, jalan tol 2000 km, jalan baru 3000 km, dan jembatan baru 70.000 km.

Secara sederhana dapat dijabarkan, bahwa jika pembangunan jembatan baru, sebagaimana yang di cantumkan dalam Visium 2030 dilakukan untuk menyambungkan pulau-pulau di Indonesia yang dipisahkan oleh selat dan laut.  Dalam proses pembangunannya haruslah menggunakan beton/ semen Portland yang mampu memberikan keawetan pada struktur. Daerah pesisir umumnya merupakan daerah yang memberikan pengaruh buruk (extreme environment) akibat adanya pengaruh klorida dan sulfat dari air laut.

Berdasarkan data yang diolah dari Pembangunan Jembatan Pulau Balang sepanjang 968 m di Kalimantan Timur yang saat ini sedang dalam tahap konstruksi, mengonsumsi semen Portland sebanyak kurang lebih 23 ribu ton atau setara dengan 24 ton per meter panjang. Sehingga dengan rencana pembangunan 70.000 m jembatan baru, berpotensi mengonsumsi sebanyak ± 1.600.000 ton semen Portland yang berkategori ramah lingkungan.

Tabel berikut ini mencantumkan beberapa kinerja beton, selain kekuatan yang harus dipenuhi, beserta metode uji dan acuannya.

Sifat

Metode Uji

Nilai/Batas Yang Ditetapkan

Durability

Ketahanan Abrasi

ASTM C 944

0-1 mm depth of wear

Ketahanan terhadap Difusi Klorida

ASTM C 1202

500 to 2000 coulombs

Tingkat  Kekedapan

ASTM C 642

2% to 5%

Ketahanan terhadap Serangan Sulfat

ASTM C 1012

0.1% max. exp. @ 6 months.

Susut Rendah

ASTM C 157

Less than 400 millionths

Rangkak Rendah

ASTM C 512

Less than normal concrete

Workability

Kemampuan Mengisi Rongga

ASTM C 1611

Diameter 650 to 800 mm

Kemampuan Melewati Penulangan

ASTM C 1621

Ratio of 0 to 10

Panas Hidrasi Rendah

Korea Concrete Specification

Thermal crack criteria min. 0,7

Waktu pengikatan

ASTM C 403

4 to 24 hrs

Penutup

Peluang pemanfaatan semen yang lebih ramah lingkungan harus lebih sering digemakan. Ini adalah salah satu dukungan dalam mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan, khususnya dalam upaya memitigasi perubahan iklim. Ini sesuai dengan amanat dari Undang Undang Nomor 17 Tahun 2004 dan peraturan turunannya yaitu:

Semen yang lebih ramah lingkungan dibutuhkan dalam membangun infrastruktur yang mendukung konektivitas . Penggunaan semen yang tepat  akan mendukung program pembangunan infrastruktur dan peningkatan kemantapan jalan. Diseminasi dan sinergi dari semua pihak menjadi kunci dalam menyelesaikan isu yang masih tersisa.

Dengan menggunakan semen ramah lingkungan, maka kita ikut berpartisipasi dalam mewujudkan udara bersih dan lingkungan asri agar kelak kita bisa tersenyum saat membayangkan raut wajah anak-anak kita yang menerima warisan lingkungan yang hijau dan lestari.

 

Sumber : BINEKA, Vol 1 Edisi Oktober 2020