KOMISI V DPR DAN BPJN XVII TINJAU RUAS PRAFI-RANSIKI DI PAPUA BARAT
- 03 Feb 2017
- Berita/Umum
- 1234 viewed
MANOKWARI (BINA MARGA) - Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf),Papua Barat, kamis (2/2) silam. Tim komisi V dipimpin oleh Michael Wattimena dan didampingi oleh Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XVII, Direktorat Jenderal Bina Marga,Yohanis Tulak.
Menurut Michael, kunjungan Komisi V ke Papua Barat ingin melihat kondisi dan ketersediaan infrastruktur ke-PU-an, perhubungan, serta penanggulangan bencana di Kabupaten Pegaf. Pasalnya,menurut Michael, kabupaten ini sulit untuk dicapai. Kabupaten Pegaf merupakan daerah otonomi baru yang belum masuk dalam cluster kabupaten tertinggal sebagaimana diatur dalam perpress No. 131 tahun 2015.
"Ya tadi ada panggilan untuk membantu melalui anggaran belanja negara untuk lebih khusus ke pegunungan arfak. Memang dari 13 kabupaten kota di papua barat, tingkat kesulitan (akses darat) pegunungan arfak adalah yang paling masif," jelasnya.
Dari kota Manokwari, perjalanan darat menuju Pegaf melewati ruas Jalan Strategis Nasional Prafi – Manyambouw – Anggi – Ransiki (Pegaf) sepanjang 128,9 Km. Kondisi perkerasan jalan di ruas ini sebagian beraspal dan sebagian lagi masih berupa tanah.
Penanganan ruas ini diatur dalam Perpres 40/2013 tentang pembangunan jalan dalam rangka percepatan pembangunan Provinsi Papua Barat dan Papua. Dalam perpres itu disebutkan bahwa kegiatan pembangunan jalan dilaksanakan dengan sharing pendanaan antara Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui BBPJN X Papua (sekarang BPJN XVII, Papua Barat).
“Total panjang ruasnya 128,9 yang telah teraspal 21 km dan yang sudah terbuka namun belum teraspal sepanjang 108 km,” jelas Yohanis. Yohanis mengatakan, pihaknya ikut menangani ruas ini sejak tahun 2014, dengan total alokasi dana fisik hingga tahun 2017 mencapai Rp. 215,9 Milyar. Dana tersebut digunakan untuk membangun penanganan jalan dan pembangunan jembatan hingga rekonstruksi jalan eksisting.
Menurut data, perkiraan kebutuhan alokasi dana penanganan infrstruktu jalan dan jembatan ruas Prafi-Ransiki tahun 2017 hingga 2019 sebesar Rp. 266 milyar untuk fungsional jalan (blacktop) sepanjang 28,58 KM sebesar Rp. 185 Milyar dan pembangunan 9 jembatan baru (180 m) sebesar Rp. 81 Milyar.
Salah satu tantangan pembangunan jalan di Papua Barat dan Papua adalah kendala medan pegunungan sehingga banyak jalan memiliki grade (kemiringan) hingga 25%, jauh dari angka normal, yakni 12%. Namun Yohanis mengatakan jika dipaksakan penurunan grade hingga 12% dikhawatirkan akan mengambil bidang tanah yang terlalu besar yang malah menimbulkan masalah baru. “Kita sedang diskusikan dengan bagian geometrik. Mungkin perlu ada kompensasi grade diatas standar tapi treatment tertentu misalnya dibuat jalur lambat (ruang antrian naik), ” jelasnya.
“Jadi pekerjaan yang banyak kita lakukan adalah penurunan grade jalan dan secara bertahap pengasapalan. Seperti tadi disampaikan Bupati Pegaf kita ingin membenahi eksistingnya kemudian mengaspal secara bertahap. Kita harapkan juga sharing dengan pemerintah daerah,” ujar Yohanis.
Selain ruas Prafi-Ransiki, Perpres 40/2013 juga mengatur penangan 16 ruas jalan lainnya di Provinsi Papua Barat, dengan total panjang 3.379,27 Km. Dari total panjang tersebut, 1.167, Km sudah teraspal (34,54%). 1.484,32 km terbuka belum teraspal. Menyisakan 727,85 Km (21,54%) jalan yang belum terbuka atau masih berupa hutan serta 8.784 meter jembatan yang belum terbangun.
Diantara ribuan kilometer jalan diatas, 2 ruas diantaranya termasuk dalam Trans Papua, yaitu Sorong-Kambuaya-Manokwari sepanjang 594.81 km dan Manokwari (Maruni)-Wasior-Bts. Provinsi Papua sepanjang 716.81 km. Jadi panjang Trans Papua di Papua Barat adalah 1.070,62 km.
Menurut Yohanis, progress Trans Papua hingga akhir tahun 2016 sepanjang 607,92 KM (46,78%) sudah di aspal fleksibel dan rigid dan 450,84 (42,11%) masih berupa jalan tanah/japat. Ia menambahkan 11,86 km (1,11%) masih belum tersambung dan 62.5 km (5,84%) diantaranya membutuhkan perbaikan grade (geometrik).
“Saat ini Sorong ke Manokwari sudah bisa ditempuh 10 jam. Target kita bisa tembus fungsional (trans papua) tahun 2018. kalau buka hutannya sebenarnya tahun 2017 mungkin sudah bisa tapi ada titik-titik yang harus kita perbaiki grade nya,” katanya.
Medan yang sulit serta langkanya material menjadi penyebab utama mahalnya biaya konstruksi jalan di Bumi Papua. Maka dari itu Yohanis ingin melakukan inovasi pekerjaan jalan di lingkup BPJN XVII yang ia pimpin dengan mencoba mengoptimalkan penggunaan material batu dan pasir dari Manokwari. Pasalnya dari 13 kabupaten di Papua Barat hanya Manokwari yang memiliki deposit material batu dan pasir memadai.
“Di tempat lain harus didatangkan dari palu, sulawesi, fak fak juga susah.Mahalnya biaya konstruksi jalan di Papua karen tidak meratanya deposit material alam pasir dan batu, kecuali Manokwari,” jelasnya.
Yohanis mengatakan bahwa di Manokwari banyak terdapat batu kapur (lime stone). Ia ingin mencampur batu kapur tersebut dengan semen untuk konstruksi soil cement (tanah semen) yang secara cost lebih murah. “Bahkan kita harapakan material ini bisa kita bawa merauke, karena disana susah material juga,” katanya. (ian)