Ditjen Bina Marga Selenggarakan Konsultasi Publik Terkait Penetapan Status Jalan
- 09 Agus 2024
- Berita/Umum
- 122 viewed
Pemerintah berharap jalan di Indonesia bisa bebas dari truk yang kelebihan dimensi dan muatan atau over dimension over loading (ODOL). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) punya ruang untuk mewujudkan mimpi tersebut, khususnya dalam hal penetapan kelas jalan.
Untuk itu, Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR menyelenggarakan Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri PUPR tentang Pedoman Penetapan Kelas Jalan Berdasarkan Penggunaan Jalan Serta Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Jakarta, 8 Agustus 2024.
“Penetakan kelas jalan ini semula merupakan kewenangan dari teman-teman di Kementerian Perhubungan. Namun sejak penerbitan UU No 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maka penetapan kelas jalan menjadi kewenangan Kementerian PUPR, setelah mendapat pertimbangan dari Kementerian Perhubungan,” kata Rachman Arief Dienaputra, Direktur Jenderal Bina Marga, Kementerian PUPR, saat membuka konsultasi publik tersebut.
Menurutnya, konsultasi publik ini dimaksudkan untuk mendapatkan saran dan masukkan baik lisan hubungan tertulis dari semua pihak terkait. Baik itu dari kalangan akademisi, perwakilan Kementerian dan lembaga, berbagai asosiasi dan komunitas masyarakat terkait. “Konsultasi publik ini bertujuan sebagai media pemenuhan hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan jalan terutama dalam penetapan kelas jalan, membuka informasi terkait dampak penetapan kelas jalan, serta mewujudkan koordinasi dan kerjasama dalam proses penyusunan rencangan peraturan Menteri PUPR ini,” ujar Rachman Arief.
Ditjen Bina Marga diberi amanah untuk memberikan layanan terbaik dan optimal terkait penyelenggaraan jalan. Apalagi, infrastruktur jalan menjadi elemen kunci dalam pembangunan ekonomi dan menjadi salah satu pilar visi Indonesia emas 2045.
Saat ini Indonesia memiliki jaringan jalan, yang terdiri dari jalan non tol sepanjang 47,600 km dengan kemantapan 94%. Kemudian jalan provinsi dengan panjang 47,874 km, dengan kemantapan 71%. Dan yang paling panjang adalah jalan Kabupaten/ Kota dengan panjang 433,654 km, yang kemantapannya 55%. “Jadi semakin turun hirarki, kemantapannya semakin turun.”
Menurut Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan Ditjen Bina Marga Wilan Oktavian, kemantapan jalan yang rendah menjadi salah satu penyebab masih rendahnya peringkat Logistic Performance Index (LPI) Indonesia. Awal tahun ini, World Bank menetapkan LPI kita secara global pada tahun 2023 sebesar 3,0 atau berada di peringkat 61 dari 139 negara. Padahal, sektor logistik merupakan salah satu kontributor utama penyokong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Penyebabnya selain aksesibilitas adalah kemantapan jalan. Artinya waktu tempuh menjadi panjang karena kondisi jalan yang rusak, salah satunya,” ujar Wilan.
Jalan rusak, sambung Wilan, juga disebabkan oleh truk ODOL. Truk ini saat di jalan punya kecenderungan lambat, sehingga mempengaruhi yang lain. Jalan menjadi macet dan tentunya rusak. Maka, kita fokusnya adalah menyediakan jalan yang mantap di seluruh jaringan.
Diakui oleh Rachman Arief, masalah ODOL ini sudah sangat lama. Untuk itu, ia minta kepada semua peserta konsultasi publik untuk menjadi bagian dari solusi. Semoga, masalah ODOL dapat kita selesaikan dengan bijaksana.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan, praktik ODOL mempengaruhi umur jalan. Setiap peningkatan beban 30% dari standar beban yang diizinkan, dapat meningkatkan vehicle damage factor. Artinya, truk ODOL berkontribusi dalam menurunkan umur rencana jalan dari 10 tahun menjadi 3 tahun. “Jadi sangat signifikan impact dari ODOL tersebut. Sehingga mengakibatkan penurunan kemantapan jalan secara jaringan,” papar Rachman Arief.
ODOL juga berpengaruh pada kecelakaan di jalan raya karena berkurangnya kondisi kemantapan jalan. Total angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia sepanjang tahun 2003 mencapai 116.000 kasus, meningkat 6,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, ODOL berkontribusi sebagai penyebab kecelakaan sebesar 17% dari total angka kecelahkan.
Dari sisi finansial kendaraan ODOL berkontribusi pada pemborosan keuangan negara yang diperkirakan mencapai sekitar Rp43 triliun per tahun. Pemborosan terjadi karena intensifnya biaya preservasi jalan yang harus terus dilakukan akibat penanganan ODOL. Semakin besar beban yang dipikul jalan maka akan semakin tebal perkerasan yang dibutuhkan. “Itu yang diminta oleh masyarakat. Tapi itu sangat tidak dimungkinkan,” tegas Rachman Arief.
Kerugian lainnya juga berdampak pada penurunan kecepatan yang dapat meningkatkan kemacetan lalu lintas. Juga meningkatkan potensi fatalitas di jalan raya dan turut memberi sumbangan berarti pada tingkat polusi.
Isu ODOL juga menjadi evaluasi internal Ditjen Bina Marga. Rachman Arief memastikan pihaknya tetap bekerja dengan mengedepankan kualitas dalam membangun jalan. Jangan sampai, saat ada jalan yang rusak serta merta menyalahkan ODOL.
“Komitmen Bina Marga adalah membangun kerja sama dengan semua pihak untuk menciptakan penyelenggaraa jalan yang aman, efisien, dan berkelanjutan. Dengan semangat kolaborasi dan Inovasi kita dapat mengatasi tantangan yang ada dan membangun penyelenggraan jalan yang lebih baik bagi generasi mendatang,” tutup Rachman Arief.
Turut hadir dalam acara tersebut adalah Prof. Dr. Ir. Sutanto Soehodho, M.Eng. (guru besar bidang transportasi UI); Prof. Dr. Ir. Agus Taufik Mulyono, MT., IPU., ASEAN.Eng. (ahli dalam manajemen aset jalan, preservasi jalan, dan teknik transportasi dari UGM); Dr. Ir. Idwan Santoso, M.Sc., DIC. (ahli dalam kebijakan transportasi dan analisis big data sistem transportasi dari ITB).
Serta hadir perwakilan dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Polri, Himpunan Pengembang Jalan Indonesia, Asosiasi Jalan Tol Indonesia, Masyarakat Transportasi Indonesia, Organda, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia, Asosiasi Logistisk, dan masih banyak lagi lainnya.