Dirjen BM Tinjau Beberapa Pekerjaan Jalan di Aceh
- 01 Okt 2016
- Berita/Umum
- 1041 viewed
Paket pekerjaan yang ditinjau pertama adalah, Pembangunan Flyover (FO) Simpang Surabaya. Menurut Faturahman, progress pembangunan FO sepanjang 881 meter ini masih normal adapun deviasi nya hanya -1. Pemerintah menargetkan FO ini rampung pada November 2017 sejak mulai dibangun Desember 2015 silam.
Meski masih berjalan normal, Faturahman mengatakan ada kendala soal pembebasan lahan dan utilitas. Dari awal pekerjaan Pemerintah Kota Banda Aceh menyatakan siap melakukan pembebasan lahan karena memang sudah tugas mereka. Tapi tetap saja, pemkot aceh menemui kendala pasalnya ada 4 persil lahan yang belum bebas.
“Walaupun tidak terlalu panjang tetapi itu menjadi salah satu kendala pekerjaan kita. Hari rabu (28/090 kemarin, Pemerintah Kota sudah menitipkan uang pembebasan lahan ke pengadilan,” jelas Faturahman.
Menurut Faturahman beberapa warga tersebut enggan melego lahan mereka karena berbagai alasan, salah satunya warga yang meminta nilai ganti lebih mahal dari yang lain. “Jadi tidak mungkin bisa dipenuhi,” katanya.
Alasan lainnya ialah kendala adminsitrasi antara pemerintah kota dengan Badan Pertanahan Nasional. “Kotamadya tidak bisa membayar (lahan) karena mereka (warga pemilik lahan) telah mengajukan izin melaksanakan pembangunan toko padahal seharusnya halamannya sebagian sudah lepas haknya sesuai data BPN,” terang Faturahman.
Selain soal lahan, konstruksi FO Simpang Surabaya senilai Rp. 250 M ini juga sempat terganggu oleh tiang-tiang Perusahaan Listrik Negara (PLN). Faturahman mengatakan ketika sudah dilakukan konstruksi FO seharusnya PLN juga memindahkan tiang-tiang tersebut. Pihaknya mencatat ada 5 tiang PLN yang bisa menghambat konstruksi.
Namun setelah beberapa kali rapat yang dimediasi Pemkot Banda Aceh, akhirnya PLN berkenan memindahkan tiang-tiang tersebut. “Kalau itu tidak dipindahkan, kita tidak bisa kerja. Agak sedikit terganggu dari awal pembangunan. Namun akhirnya beberapa hari yang lalu (PLN) sudah langsung menangani pemindahan kabel. Kabel yang baru akan di tanam di bawah,” jelas Faturahman.
Dalam Paket pembangunan FO Simpang Surabaya terdapat dua item pekerjaan, yaitu Pertama FO simpang Surabaya dan Underpass (UP) Beurawe. Underpass Beurawe terletak tepat di bawah oprit Jembatan Beurawe. Oprit ini langsung berpotongan sebidang dengan jalan Teuku Iskandar sehingga pada jam sibuk menjadi titik macet. Harapannya UP sepanjang 202 meter bisa mengurai konflik lalin di ujung Jembatan Beurawe.
Selain Paket FO Simpang Surabaya, Dirjen Bina Marga juga mengunjungi Pembangunan Jembatan Kreung Cut (Penggandaan), Aceh Besar. Jembatan sepanjang 310 M dan lebar 10 Meter ini dibangun sejak tahun 2015 dan ditargetkan selesai pada oktober 2017. Dibiayai secara tahun jamak dengan nilai kontrak Rp. 71.9 Milyar. Hingga 25 September progress pembangunan jembatan ini telah mencapai 48,005%.
Hari kedua di Aceh, Dirjen Bina Marga meninjau beberapa lokasi pekerjaan, diantaranya longsoran di KM 40+500 ruas Banda Aceh – Calang dan ruas jalan menuju Pelabuhan Malahayati. Dibangun dengan dana USAID, ruas Banda Aceh-Calang sepanjang ±80 KM sudah berusia 10 tahun dan dibangun kualitas yang bagus. Namun jalan yang di daerah perbukitannya rawan longsor.
Mengenai penanggulangan longsoran tebing, secara khusus Dirjen Bina Marga, Arie Setiadi Moerwanto menghimbau jajarannya agar mencari penanganan tebing secara lebih permanen. Selain itu kepekaan terhadap potensi longsor pun perlu ditingkatkan.
“Banyak potensi longsor. Dari situ semua kita susun prioritas mana yang harus kita tangani duluan. Pulang dari sini (aceh) kita akan duduk bersama para direktur agar membahas ini,” ujar Arie.
Faturahman berharap kunjungan Dirjen ke lokasi longsoran bisa memberikan saran mengenai langkah penanganan apa yang bisa dilakukan. Sementara dari segi konstruksi jalan, ruas Banda Aceh-Calang menurut Faturahman sudah banyak yang rusak. Ia menjelaskan bahwa kegiatan penanganan rutin sudah kurang cocok lagi dan seharusnya ditangani secara berkala.
“Kalau kita siasati dengan dana regular yang ada sekarang, dengan panjang Jalan Nasional di Aceh dari 1800 km (2014) kemudian bertambah jadi 2100 km. secara keseluruhan itu naek sementara anggaran regular kita sangat terbatas. Justru memang kedepan kita harus pandai menyiasati karena secara penanganan infrastruktur, anggaran belum menggembirakan. Mudah-mudahan ini bisa kita ases secara lebih mendalam,” tutup Faturahman (ian)