Berita

Beranda Berita Trans Papua Barat Terhubung, Untuk Pertama Kalinya Kendaraan Dapat Melintas
Beranda Berita Trans Papua Barat Terhubung, Untuk Pertama Kalinya Kendaraan Dapat Melintas

Trans Papua Barat Terhubung, Untuk Pertama Kalinya Kendaraan Dapat Melintas

  •  27 Feb 2018
  • Berita/Umum
  • 1311 viewed
Foto: Trans Papua Barat Terhubung, Untuk Pertama Kalinya Kendaraan Dapat Melintas

Jalan Trans Papua di Papua Barat sepanjang 1.070,62 Km telah terhubung seluruhnya sejak akhir 2107. Ruas Trans Papua Barat terbagi menjadi dua segmen masing-masing yaitu segmen I Sorong-Maybrat-Manokwari (594,81 Km) dan segmen II Manokwari-Mameh-Wasior-Batas Provinsi Papua (475,81 Km). Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XVII Manokwari Yohanis Tulak Todingrara menyebutkan kedua segmen Trans Papua tersebut bisa dilalui dengan waktu tempuh sekitar 36 jam.

Pada pekan lalu, tim Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga yang dipimpin Direktur Pembangunan Jalan Achmad Gani Ghazali Akman bersama Kepala BPJN XVII dan Kepala Pusat Jalan dan Jembatan (Pusjatan) Deded Permadi Sjamsudin melakukan perjalanan melintasi segmen II yang dimulai dari Nabire, Papua dan berakhir di kota Manokwari. Perjalanan tersebut, merupakan pertama kalinya  ruas segmen II Trans Papua Barat dapat dilewati dengan kendaraan, meskipun dengan kendaraan double gardan.

Tulak mengatakan, jalan sepanjang 471,81 Km tersebut saat ini dapat dilintasi dalam waktu 22 jam. Dengan telah terhubungnya seluruh jalan Trans Papua Barat hal tersebut merupakan jawaban atas permintaan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) saat berkunjung ke Wasior, Kabupaten Teluk Wondama pada April 2016.

“Pada saat itu, Bapak Presiden menyampaikan kepada masyarakat Wasior bahwa Kementerian PUPR menargetkan ruas jalan Manokmari-Wasior bisa tersambung pada tahun 2017, dan syukurlah sejak akhir tahun 2017 segmen jalan Trans tersebut sudah tersambung dan kami lintasi saat ini,” sebut Kepala BPJN XVII.

Gani mengaku gembira dengan telah terbukanya jalur Trans Papua Barat. Namun Dia mengakui masih ada beberapa titik yang tingkat kemiringan jalannya masih harus ditangani. Menurutnya aspek geometrik jalan, daerah longsoran serta grade yang masih terlalu besar perlu segera mendapat perhatian.  

“Pemeliharaan juga masih kurang khususnya terhadap jalan-jalan yang sudah dibuka pada tahun 2011 dan 2012 sehingga kembali ditumbuhi pohon dan tanaman, namun memang pada tahun-tahun sebelumnya, jalan yang sudah dibuka belum ada alokasi dana pemeliharaan, tapi mulai tahun ini 2018, seluruh jalan yang terbuka ini sudah ada dana pemeliharaannya,” ungkap Gani.

Menanggapi permintaan Direktur Pembangunan Jalan tersebut, Kepala Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah IV BBPJN XVII Benny Pesurnay mengatakan, pada tahun ini pihaknya akan melakukan sebagian penanganan grade yaitu pada Mameh-Windesi-Batas Provinsi Papua sepanjang 6 Km dan juga pada Ambuni-Simpang Goro sepanjang 10 Km.

Pada kesempatan yang sama, Tulak menjelaskan dari panjang Trans Papua Barat 1.070,62 Km proporsinya 59 persen sudah aspal dan 41 persen masih belum aspal. Dia merencanakan dalam dua tahun kedepan jumlah jalan yang sudah diaspal dapat meningkat hingga 10 persen. Pada tahun ini, Ditjen Bina Marga mengalokasikan dana penanganan Trans Papua Barat sebesar Rp950 miliar.

Tulak menjelaskan pihaknya pada 2018 juga akan melakukan pembangunan sejumlah jembatan pada Trans Papua Barat yang memang banyak melintasi sungai. Hingga akhir 2017, jumlah jembatan yang butuh dibangun atau tangani berjumlah 125 jembatan atau ekuivalen sepanjang 3.350 meter. Strategi BPJN XVII dalam pembangunan jembatan tersebut ialah dengan semipermanen menggunakan bailey atau jembatan kayu.

“(Semua) kita tuntaskan di 2019, pada tahun ini sudah kita tangani pembangunannya 60 jembatan. Untuk teknik pembangunannya kita mengajak Pusjatan untuk memberi masukan,” ujar Tulak.

Direktur Pembangunan Jalan menambahkan, dalam pembangunan jalan Trans baik di Papua dan Papua Barat pihaknya memang menghadapi tantangan kondisi alam berupa kontur pegunungan dan lainnya. Untuk mengatasi kondisi di lapangan tersebut, Ditjen Bina Marga bekerja sama dengan Pusjatan. Tulak mengatakan, penanganan Trans dilakukan dengan sistem kerja 3 shift. Untuk penggunaan material bangunan, pihaknya berupaya keras mengutamakan pemanfaatan bahan local. (Kompu BM)