Pemerintah Dorong Sistem Investasi Untuk Pengembangan Jaringan Jalan
- 08 Nov 2019
- Berita/Umum
- 1328 viewed
Tingkat pertumbuhan lalu lintas rata–rata mencapai 9% per tahun sementara penambahan panjang jalan hanya 2% per tahunnya. Oleh karenanya, terjadi ketimpangan antara ketersediaan jalan (supply) dengan kebutuhan transportasi (demand). Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga, Sugiyartanto, saat menjadi pembicara dalam Seminar HPJI-Intertraffic Indonesia di Jakarta pada Jumat (8/11).
Pemilihan moda transportasi di Indonesia saat ini masih cenderung menggunakan transportasi darat. Berdasarkan data yang ada, 84% lalu lintas angkutan penumpang dan 90% lalu lintas angkutan barang bertumpu pada jalan. Akibatnya, beban moda transportasi jalan cukup tinggi.
“Dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, Presiden menargetkan pemerintah membangunan jalan tol sepanjang 1.500km sementara jalan baru sepanjang 2.500km. Saya kira target ini cukup realistis untuk diwujudkan,” ujar Sugi.
Direktorat Jenderal Bina Marga berupaya menyediakan infrastruktur jalan yang berkelanjutan dengan menerapkan konsep infrastruktur yang layak (handal), hijau, aman, cerdas, dan humanis. Infrastruktur yang handal sejalan dengan upaya untuk mempercepat pengembangan wilayah. Oleh karenanya, pengembangan jaringan jalan harus memperhitungkan sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan. Irisan ketiga unsur inilah yang dijadikan landasan oleh pemerintah untuk pemilihan trase jalan.
Menyinggung mengenai keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah dalam membangun infrastruktur, Dirjen Bina Marga menyatakan bahwa pihaknya mendorong sistem investasi dalam membangun jalan dan jembatan. Pihak swasta diharapkan dapat lebih dominan dalam hal ini.
“Kita dorong sistem investasi. Jadi, kita usahakan peran swasta lebih dominan. Nantinya akan lebih banyak mengunakan sistem Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP). Selain tol dan pengelolaan yang bisa ditempuh dari segi fungsi pelayanan dengan menggunakan Availability Payment,” jelas Sugi.
Availability Payment (AP) adalah sistem pembayaran secara berkala atas pembangunan proyek-proyek infrastruktur nasional kepada badan usaha pelaksana. Jadi, penyedia jasa bekerja dulu dan memelihara. Sugi mencontohnya konstruksi infrastruktur dilaksanakan selama 3 tahun dan pemeliharaannya 7 tahun. Pada tahun ke-11 sampai ke-15 pemerintah membayar dengan cara mengangsur. Dengan harapan setelah beroperasinya jalan sudah ada pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita naik karena fungsi dari layanan ini.
“Akibat pertumbuhan ekonomi antar titik atau antar kota otomatis ada pengembalian. Makanya disebut Availability Payment. Yakni layanan kesediaan infrastruktur dilakukan oleh swasta dan swasta mendapatkan nilai tambah yang akan diperhitungkan dari proses inflasi dari investasi yang bersangkutan” imbuhnya.
Sebagai penutup, Dirjen Bina Marga mencontohkan 4 availability payment yang dilakukan oleh Bina Marga, antara lain jalan di Kota Palembang yang akan terkoneksi dengan Tol Palembang-Bengkulu, perbaikan atau penggantian jembatan rangka baja di daerah Pantura dan Pansela, Pembangunan jalan Trans Papua, dan Preservasi jalan di Lintas Timur Sumatera.