Berita

Beranda Berita Pembangunan Jembatan di Indonesia Menerapkan Teknologi Mutakhir Tahan Gempa
Beranda Berita Pembangunan Jembatan di Indonesia Menerapkan Teknologi Mutakhir Tahan Gempa

Pembangunan Jembatan di Indonesia Menerapkan Teknologi Mutakhir Tahan Gempa

  •  15 Apr 2016
  • Berita/Umum
  • 1703 viewed
Foto: Pembangunan Jembatan di Indonesia Menerapkan Teknologi Mutakhir Tahan Gempa

Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) mengadakan sidang pleno di Jakarta pada Kamis (14/04) kemarin. Sidang kali ini membahas mengenai rekomendasi pelaksanaan jembatan serta persetujuan laik fungsi jembatan. Sesuai dengan fungsinya, anggota KKJTJ bertugas memberi masukan teknis dan melakukan pengujian atas jembatan untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi.

“Kita sangat berterima kasih dan sangat terbantu dengan terbentuknya Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan yang terdiri dari para ahli terkaitjembatan dan terowongan, sehingga dapat memberi masukan dan bantuan teknis agar dapat meminimalisir resiko terjadinya jembatan yang rusak parah atau bahkan ambruk.” Hal tersebut disampaikan oleh Iwan Zarkasi, Kasubdit Teknik Terowongan dan Jembatan Khusus Direktorat Jenderal Bina Marga, yang juga didaulat sebagai pemimpin rapat.

Untuk menunjang konektivitas nasional, pembangunan jembatan mutlak diperlukan. Apabila sebelumnya jembatan-jembatan di Indonesia sebagian besar didesain oleh para ahli jembatan dari luar negeri, kini anak-anak bangsa sudah mulai menunjukkan taringnya. Teknologi-teknologi mutakhir pun sudah mulai diterapkan dalam pembangunan jembatan di Indonesia, salah satunya adalah Jembatan Holtekamp di Papua, yang akan menggunakan teknologi friction pendulum. Teknologi ini belum pernah diterapkan dalam pembangunan jembatan di Indonesia, bahkan baru beberapa negara di dunia yang sudah menerapkannya.

Teknologi friction pendulum pada hakekatnya memindahkan energi gempa yang besar menjadi gerakan seperti pendulum, yakni bergoyang ke kanan dan kiri. Teknologi ini dianggap cocok untuk diterapkan pada Jembatan Holtekamp karena jembatan ini dibangun di atas tanah pasir yang mengandung air di daerah Papua yang rawan gempa.

“Kalau terjadi gempa besar, maka air akan mendesak pasir hingga bubar, sehingga tanah akan berubah menjadi air dan tidak mampu menahan jembatan. Oleh karenanya, saat ini kami sedang mengevaluasi water pressure build up yang mungkin terjadi akibat gempa di Holtekamp dan akan menguji friction pendulum yang akan kita terapkan sebagai teknologi tahan gempa bagi Jembatan Holtekamp. Setelah dinyatakan reliable sesuai desain, pendulum tersebut baru akan dipasang,” jelas Prof. Bambang Budiono selaku anggota KKTJ.

 

Berbeda dengan Jembatan Holtekamp, Jembatan Merah Putih (JMP) yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada awal April kemarin,telah lulus uji beban statik dan dinamis.Tim KKJTJ merekomendasikan untuk melakukan tes tambahan terhadap gempa dengan durasi gempa lebih lama. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan ketahanan jembatan Merah Putih terhadap gempa setelah menerima gempa pada masa konstruksi.

Jembatan Merah Putih yang berlokasi di Ambon dibangun di area rawan gempa,sehingga sebelum laik fungsi jembatan ini disetujui, tim Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan mensyaratkan agar dilakukan pengujian atas simulasi gempa yang telah dibuat dan dikembangkan oleh para ahli sesuai dengan sifat-sifat batuan yang ada di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kerusakan jembatan apabila terjadi gempa besar di Ambon.

“Apabila saat dilakukan pengujian atas simulasi gempa ditemukan kelemahan pada struktur bangunan jembatan, maka akan dilakukan perkuatan-perkuatan untuk meminimalisir risiko kerusakan jembatan,” pungkas Bambang.