Masalah Overloading dan Kerusakan Jalan di Provinsi Banten akan Menjadi Prioritas Komisi V DPR RI
- 22 Feb 2018
- Berita/Umum
- 895 viewed
Serang--Komisi V DPR RI yang menangani infrastruktur dan perhubungan mengadakan kunjungan kerja spesifik ke Provinsi Banten bersama dengan mitra kerjanya pada 19-21 Februari 2018. Dalam kunjungan kali ini, Tim Komisi V DPR RI yang diketuai oleh Ir. Fary Djemi Francis, M.MA turut membawa perwakilan dari Ditjen Bina Marga, SDA, dan Cipta Karya dari Kementerian Perumahan Umum dan Pekerjaan Rakyat (PUPR), Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal, serta Badan SAR Nasional (Basarnas). Turut mendampingi dari Direktorat Jenderal Bina Marga yakni Direktur Jembatan Iwan Zarkasi, Kepala Bidang Preservasi dan Pelaksana I, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Vi Christlasmono, Kepala Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Efendi, serta jajarannya.
Kunjungan diawali dengan mengecek perbaikan yang telah dilakukan pada perimeter selatan Bandara Soekarno Hatta yang ambrol beberapa waktu silam. Pada paparannya, Iwan Zarkasi menegaskan bahwa pekerjaan yang dijalani akan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Komite Keselamatan Konstruksi. Setelah itu, agenda kedua yakni melihat kesiapan skytrain yang telah beroperasi yang kini menghubungkan Terminal 1,2, dan 3 Bandara Soekarno Hatta. Lawatan terakhir diagendakan untuk memeriksa kondisi infrastruktur jalan nasional di Provinsi Banten, Serang utamanya.
“Awal tahun kemantapan jalan kita ada pada posisi 87.7%. Angka ini mengalami penurunan dari tahun 2015 yakni posisi tingkat kemantapan jalan berada pada angka 94%,” jelas Christlasmono. “Awal 2016 kita mendapatkan upgrading jalan provinsi sepanjang 100 km yang mana kondisinya cukup rendah. Sehingga kondisi kemantapan jalan nasional kita pun mengalami penurunan pak,” sambung Christ dihadapan ketua dan anggota Komisi V DPR RI.
Kondisi upgrading 100 km pun tidak disertai dengan alokasi anggaran yang seimbang. Selain itu, anggaran yang dialokasikan dari 2016 hingga 2018 ternyata mengalami penurunan. Pada 2018 dengan alokasi APBN sekitar 283 M dengan panjang nasional yang ada di Banten 500 km, dirasa tidak sebanding. Hal lain yang perlu pertimbangan adalah pada titik tertentu mengalami perubahan tata ruang dimana terjadi juga perubahan industri seperti khususnya wilayah Selatan Banten yang meliputi Bayah-Cibareno sampai Batas Jabar. Pada daerah tersebut terdapat pengembangan industri semen yang turut memberikan kontribusi signifikan pada rendahnya kondisi tingkat kemantapan jalan nasional.
Awalnya, jalan tersebut adalah jalan yang didesain dengan beban maksimum 1 sumbu atau 8-10 ton. Namun dengan adanya pabrik di lokasi tersebut dengan beban muatan lebih besar sehingga kondisi jalan kita menurun. "Harapan pak Gubernur yang akan kami teruskan juga, yakni jalan-jalan tersebut dapat dirigid sehingga dapat menerima beban yang lebih besar. Beban yg lewat semakin besar. Usaha kami yakni mencegah kerusakan semakin lebar dengan pekerjaan preservasi dan rehabilitasi," sambung Christ.
Menanggapi hal yang sama, Fary Djemi Prancis pun menuturkan bahwa persoalan infrastruktur jalan nasional yang ada di Provinsi Banten saat ini tengah menjadi highlight dan menjadi pembahasan tersendiri bagi pihaknya di Komisi V DPR RI dan bersama Kementerian PUPR akan memastikan hal-hal yang bisa diupayakan terkait penanganan yang bisa dilakukan.
“Infrastruktur jalan di Banten terutama yang menghubungkan beberapa objek wisata tengah menjadi sebuah persoalan dan masalah infrastruktur di Banten ini yang sedang menjadi pembahasan kami di Komisi V,” ucapnya.
Sementara itu, dalam sambutannya pada saat penerimaan rombongan di kediamannya , Gubernur Banten, H. Wahidin Halim, menyampaikan keprihatinannya mengenai Infrastruktur yang ada di Daerah Banten, Khususnya di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang termasuk diantaranya jalan nasional yang butuh perhatian Pemerintah Pusat. “Masalah infrastruktur menjadi masalah yang perlu perhatian khusus, karena yang menjadi ketimpangan dan kesenjangan antar wilayah di Provinsi Banten yaitu dari infrastrukturnya,”ujarnya
Pada kesempatan yang sama, Sahat Silaban, Anggota Komisi V DPR-RI mengatakan, Provinsi Banten merupakan daerah penyangga ibu kota, tentunya infrastrukturnya harus lebih baik dari provinsi lain dan mengenai jalan nasional di ruas Bayah-Cibareno ia mengaku, sempat disinggung dalam rapat Komisi DPR-RI. Ia juga menekankan, apabila masih tetap melanggar maka harus dilakukan tindakan, lantaran banyak anggaran APBN yang boros untuk pembangunan infrastruktur yang rusak.
“Kemarin waktu kita rapat di komisi, saya juga tegur! Truk – truk ini sangat melebihi kapasitasnya. Tronton – tronton itu muatannya bisa sampai 24 ton, kalau kali 2 saja sudah 84 ton. Sedangkan ini kapasitas jalan kita paling juga 20 ton lebih umpamanya, saya berharap agar ditekankan untuk truk yang digunakan itu jangan tronton lah,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Efendi, Kepala Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Banten, menjelaskan bahwa terdapat dua penanganan utama di Serang, yakni Preservasi Rehabilitasi Jalan Abdul Hadi (Serang) - Jalan KH. Abdul Fatah Hasan (Serang) - Jl. Sudirman(Serang) - Bts. Kota Serang - Cikande - Rangkas Bitung sepanjang 56.59 Km serta rehabilitasi dan pemeliharaan Jembatan Kragilan sepanjang 151 Km. Sementara ke arah utara, terdapat Preservasi dan Rehabilitasi Jalan Batas, Kota Pandeglang - Serang - Cilegon dan Serdang - Bojonegara - Merak dengan rincian kegiatan preventif sepanjang 84.54 Km, Rehab Minor sepanjang 1.4 Km, dan Rehab Mayor 2.67 Km.
Prioritas Ditjen Bina Marga pada 2018 yang juga telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat yakni memelihara jalan nasional di dalam Kota Serang. Beberapa bulan lalu, Gubernur telah mengadakan pertemuan dengan Kepala BBPJN VI Ditjen Bina Marga meminta agar melakukan penataan untuk jalan di dalam serang sebagai ibu kota provinsi. Untuk itu, jika ingin mencapai target Rencana Strategis yang telah ditetapkan oleh Ditjen Bina Marga seperti kemantapan pada 2015 yakni 94% membutuhkan anggaran yang cukup signifikan sejumlah 2 sampai 3 kali lipat dari jumlah yang dialokasikan saat ini.