Komisi V DPR Pantau Penanganan Jalan Tol Palembang-Indralaya
- 14 Juli 2017
- Berita/Umum
- 548 viewed
Dalam rangka meninjau lokasi dan mengetahui penyebab terjadinya pergeseran tanah di akses jalan Tol Palembang-Indralaya (Palindra), tim Komisi V DPR RI melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) Spesifik ke Palembang pada Kamis (13/07) kemarin. Turut mendampingi dalam Kunker kali ini adalah Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Netti Malemna, Anggota Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Koentjajo Pamboedi, serta Kepala Bidang Pembangunan dan Pengujian Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) V, Insal Maha.
Sigit Sosiantomo selaku ketua tim Kunker menyatakan bahwa longsornya badan jalan di lokasi tersebut merupakan sebuah kejadian tak terduga. Oleh karenanya, ia mengimbau agar segala pihak lebih berhati-hati agar hal serupa tidak terjadi lagi di lokasi lain.
“Nanti di dalam rapat dengan Kementerian, kami akan mengimbau agar kejadian ini dapat menjadi pelajaran dan jangan sampai terulang kembali dan kami akan terus memantau,” tutur Sigit.
Kepala Divisi Pengembangan Jalan Tol PT. Hutama Karya, Muhammad Rizal Sutjipto, menjelaskan bahwa penyebab terjadinya longsor di akses jalan tol Palembang-Indralaya dikarenakan pihaknya tidak dapat menerapkan teknologi vacuum pada lokasi STA 1+300 s.d 1+325 karena terdapat kabel Saluran Udara Tekanan Tinggi (SUTT). Akibatnya, terjadi sliding badan jalan sedalam 1,5m pada 17 Juni 2017 lalu. Namun begitu, setengah badan jalan masih bisa dilalui oleh kendaraan saat musim mudik Lebaran kemarin.
“Jalan tol ini dibangun di atas rawa yang tanahnya lunak, oleh karena nya kami menggunakan metode preloading sistem vacuum agar membuat tanah menjadi stabil. Namun, pada area yang longsor kemarin terdapat kabel SUTT 150.000 volt yang melintang di lokasi tersebut sehingga tidak memungkinkan bagi kami untuk menerapkan metode vacuum,” terangnya.
Sebagai informasi, metode vacuum digunakan untuk mengurangi kadar air dan udara dari butiran tanah tersebut agar lahan tidak mudah rusak atau amblas.
“Untuk menggunakan metode vacuum, diperlukan pemasangan instalasi PVD setinggi 18 hingga 20 meter, sementara tinggi/clearance yang tersedia antara permukaan material pengisi dengan kabel SUTT 150.000 volt di lokasi tersebut hanya sekitar 6 meter,” tutur Rizal.
Mengamini penjelasan dari pihak Hutama Karya, Anggota Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Koentjajo, menyatakan bahwa longsornya badan jalan bukan karena kesalahan metode pembangunan yang dilakukan oleh kontraktor. Karena berdasarkan hasil evaluasi, penggunaan metode vacuum ini dirasa sudah tepat untuk diterapkan dalam proyek pembangunan jalan tol Palindra.
“Letak kesalahannya bukan pada metode yg digunakan melainkan kebebasan ruang dimana terdapat saluran udara tegangan tinggi yang tidak memungkinkan menggunakan teknologi vacuum. Akibatnya, digunakan teknologi lain karena tidak memungkinkan untuk menunggu dilakukannya pemindahan instalasi sementara target konstruksi jalan dapat selesai sebelum mudik Lebaran agar jalan tersebut dapat fungsional atau digunakan oleh pemudik,” ungkapnya.
Teknologi vacuum baru pertama kali diterapkan dalam pembangunan jalan di Indonesia. Keunggulan metode ini karena dapat menghemat waktu dalam menstabilkan tanah agar ‘matang’ untuk konstruksi.
“Apabila menggunakan metode biasa, akan memakan waktu hingga setahun sampai tanah stabil sementara dengan vacuum hanya membutuhkan waktu 4 bulan,” tambah Koentjajo. (LY)