Jalan Pansela Jawa, Jalur Alternatif Dengan Pemandangan Indah
- 19 Okt 2023
- Berita/Umum
- 10408 viewed
Jakarta – Jalan Pantai Selatan (Pansela) Jawa yang membentang dari Provinsi Banten hingga Jawa Timur ini merupakan jalan yang memiliki pemandangan indah (scenic road). Kehadiran jalan Pansela memperluas pilihan bagi pengendara untuk melintas Pulau Jawa, yaitu pilihan jalur utara, jalan tol Trans Jawa, jalur tengah dan pilihan jalur selatan. Perluasan pilihan ini diharapkan akan membawa pengaruh pada pola-pola lalu lintas di pulau Jawa yang berdampak terhadap berkurangnya tingkat kepadatannya, dan memangkas waktu tempuh kendaraan.
Saat mengisi acara Podcast Bincang Jalan dan Jembatan Ditjen Bina Marga, Kepala Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Tengah – DIY, Rien Marlia menyampaikan, pembangunan jalan Pansela di wilayahnya juga menjadi jalur alternatif bagi pengguna jalan untuk arus mudik Lebaran dan mengurangi kesenjangan ekonomi antara wilayah utara dengan selatan.
“Jalur Pansela yang menjadi wewenang, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Jawa Tengah – D.I. Yogyakarta, dimulai dari batas Jawa Barat, daerah Cilacap yang menghubungkan Kebumen, kemudian menyambung di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mulai di Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, lalu bertemu Wonogiri, Jawa Tengah sampai batas Jawa Timur di Kabupaten Pacitan,” terangnya.
Total panjang jalan Pansela untuk area Jawa Tengah dan D.I.Yogyakarta yaitu 330,49 km yang terdiri dari 213,36 km di Jawa Tengah dan 117,13 km di wilayah D.I.Yogyakarta. Panjang jalan yang sudah tertangani hingga 2022 totalnya 274,37 km dan sisanya 56,12 km.
Pendanaan untuk pembangunan jalan maupun jembatan di jalur Pansela di wilayah Jawa Tengah dan D.I.Yogyakarta bersumber dari APBN melalui pinjaman Islamic Development Bank (IsDB), pinjaman Asian Development Bank (ADB), dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Rien menginformasikan, Pansela yang sudah diinisiasi sejak tahun 2015, saat ini di wilayah kerja BBPJN Jateng - DIY sedang proses pembangunan terdapat dua paket, yaitu di Tepus - Jerukwudel II di Kabupaten Gunung Kidul dengan panjang 10,9 km, dan rencananya selesai di akhir tahun 2023 ini. Lalu di Bantul pada ruas Kretek - Girijati dengan panjang 5,64 km yang baru terkontrak di Agustus kemarin dan akan selesai di tahun 2025.
“Daya tarik utama jalur Pansela ini memiliki keseruan tersendiri, mulai dari disuguhkannya pemandangan pantai yang indah, bukit-bukit yang sudah dipapras, dan perjalan menjadi seperti everyday is holiday, karena banyaknya tempat wisata pantai di sepanjang jalur Pansela ini,” terang Rien.
Pembangunan jalur Pansela tersebut berdampak terhadap peningkatan perekonomian masyarakat di sekitar. Hal itu terlihat banyaknya masyarakat yang berjualan di tempat wisata sepanjang jalur selatan ini. Jalan ini juga dioptimalkan dengan dibangunnya rest area untuk pengguna jalan agar bisa beristirahat sejenak.
“Dalam pembangunan ini, BBPJN Jawa Tengah – DIY juga berkoodinasi dengan instansi-instansi lainnya, mulai dari instansi yang menangani hutan lindung, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), serta dengan Angkasa Pura untuk memberikan informasi dan utilitas rambu-rambu dalam mitigasi bencana” sambung Kepala BBPJN Jateng – DIY,
Pembangunan Jembatan
Di ruas jalan Pansela ini, BBPJN Jateng-DIY juga membangun Jembatan Kretek II. Jembatan ini tergolong unik dan menarik karena memiliki teknologi anti gempa dan juga ornamen dengan kearifan lokal. Rien menjelaskan, dengan total panjang Jembatan 2,6 km termasuk jalan pendekat, Jembatan Kretek II ini menghubungkan antara Desa Parangtritis dan Tirtohargo di Kecamatan Kretek dengan melintasi Sungai Opak.
“Wilayah Sesar Opak ini rawan gempa dan likuifaksi dan lokasinya ini hanya berjarak 50 meter dari pusat gempa yang terjadi di Yogya tahun 2006 lalu. Maka dalam perencanaan dan pembangunannya dimasukkan teknologi-teknologi mitigasi bencana,” ujarnya.
Teknologi mitigasi bencana yang digunakan antara lain penggunaan Lead Rubber Bearing (LRB) pada struktur penyambung girder yang fungsinya untuk meredam gempa, MSE (Mechanically Stabilized Earth) Wall sebagai perkuatan timbunan, dan juga dilakukan Soil Replacement sedalam 3 meter untuk menggantikan tanah yang terlikuifaksi. Sementara itu, untuk memonitor kondisi struktur secara realtime dan terintegrasi untuk memberi peringatan dini terhadap kemungkinan bahaya, digunakan teknologi Structural Health Monitoring System (SHMS).