Berita

Beranda Berita BINA MARGA-KEMLU BAHAS KONDISI DAN TANTANGAN INVESTASI INFRASTUKTUR DI LUAR NEGERI
Beranda Berita BINA MARGA-KEMLU BAHAS KONDISI DAN TANTANGAN INVESTASI INFRASTUKTUR DI LUAR NEGERI

BINA MARGA-KEMLU BAHAS KONDISI DAN TANTANGAN INVESTASI INFRASTUKTUR DI LUAR NEGERI

  •  05 Mei 2017
  • Berita/Umum
  • 724 viewed
Foto: BINA MARGA-KEMLU BAHAS KONDISI DAN TANTANGAN INVESTASI INFRASTUKTUR DI LUAR NEGERI

BOGOR (BINA MARGA) - Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Arie Setiadi Moerwanto menghadiri rapat konsolidasi dengan Kementerian Luar Negeri guna membahas potensi keterlibatan indonesia dalam proyek infrastruktur  di  luar negeri,di Bogor, Kamis (4/5) malam. Turut hadir Direktur Jenderal Muhammad Anshor beserta jajarannya.

Rapat ini bertujuan mencapai sinergi antar lembaga yang menunjang kinerja diplomasi Indonesia serta membahas peluang dan hambatan kerja sama ekonomi  di kawasan Amerika dan Eropa. Anshor juga mengatakan pihaknya kerap mendapatkan  pertanyaan perihal tata kelola dan potensi investasi infrastruktur di luar negeri.

“Banyak  sekali permintaan supaya kita invest,untuk infrastruktur juga.hal-hal ini  seperti ini juga banyak kita belum memiliki jawaban (terkait permintaan negara tetangga),” Ujar Anshor. Sebagai  contoh, menurut Anshor beberapa negara seperti Georgia dan Suriname menginginkan adanya kerjasama bidang infrastruktur.

Berkaitan dengan investasi Luar Negeri, Dirjen Bina Marga  mengatakan ada dua sisi yang perlu diperhatikan yaitu pemerintah ingin menjual  investasi ke luar negeri dan juga menarik  investasi ke dalam negeri. Indonesia butuh investasi dari luar negeri  karena saat ini pemerintah hanya mampu menyediakan lebih kurang 20% dari kebutuhan anggaran infrastruktur. Meski begitu Indeks Daya Saing Infrastruktur tahun ke tahun menunjukkan kenaikan.

“Kami didorong untuk mencari inovasi-inovasi pembiayaan untuk  mengejar kebutuhan anggaran infrastruktur,” jelas Arie. Salah satu yang sudah dilakukan adalah dengan skema Availability Payment dimana investor ( misalnya kontraktor) menalangi pembiayaan yang nantinya dicicil kembali oleh pemerintah  dalam 10 hingga  20 tahun.  Menurut Arie  skema ini diminati karena dijamin oleh pemerintah langsung. “Sekarang bagaimana caranya menarik investor dari Luar Negeri karena bunganya  lebih rendah,” katanya.

Selain itu,  ada  inovasi pembiayaan dengan Tax Amnesty tetapi para investor tersebut membutuhkan kepastian investasi yang bagus. “Ini menjadi tantangan tersendiri juga,  mereka (investor TA) hanya mau masuk ke proyek tol yang sudah menunjukkan hasil yang  baik.karena resiko bangun tol ini besar juga. Kita perlu meyakinkan mereka.Jadi inilah kelemahan dan kekuatan kita,” terangnya.

Seperti dikatakan sebelumnya, pemerintah juga ingin berpartisipasi dalam bidang infrastruktur ke luar  negeri.  Saat ini, Sebagian besar peran Indonesia dalam proyek infrastruktur di Luar Negeri diambil alih oleh Pelaku Usaha Jasa Konstruksi Nasional (Kontraktor). Beberapa badan usaha jasa konstruksi nasional (BUJKN)telah melakukan ekspansi ke luar negeri dan mayoritas merupakan BUMN Karya.

BUJKN tersebut adalah, PT Wijaya Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, PT Citra Group of Indonesia.  Kontraktor-kontraktor ini telah berkarya di Myanmar,Malaysia, Filipina, Timor Leste, Arab Saudi, United Arab Emirates, dan Aljazair.

Arie mengatakan,  tantangan utama yang dihadapi oleh kontraktor Indonesia untuk dapat bersaing dalam infrastruktur luar negeri dapat dirumuskan dalam beberapa aspek, yaitu aspek legalitas, pemasaran, produksi dan keuangan.

“Kami mohon bantuan bapak ibu (di Kemlu), yang pertama soal legalitas karena  beberapa negara mewajibkan badan usaha untuk membuka cabang di negara setempat dan juga berasosiasi dengan badan usaha negara setempat,” jelasnya.

Selain itu BU aktif mengikuti pameran konstruksi baik di dalam negeri maupun di luar negeri. BU membentuk MoU dengan mitra negara setempat. Kemudian ada permintaan Sertifikat Keahlian Sumber Daya Manusia. Material dan peralatan yang memiliki sertifikat mutu negara setempat. Wajib memiliki system manajemen mutu dan K3 yang diakui internasional.

Dari  aspek keungan,  BU wajib memiliki Bank Penjamin yang harus diterbitkan oleh bank lokal. “Skema perpajakan yang berbeda di setiap negara yang berbeda.  Pasti  kita butuh  bimbingan (oleh  kemlu) mengenai hal itu,” jelas Arie. (ian)