BBPJN VI UJI COBA METODE SLURRY SEAL GUNA PENCEGAHAN KERUSAKAN JALAN
- 16 Nov 2017
- Berita/Umum
- 1698 viewed
BINA MARGA (CIAMIS) – Penanganan infrastruktur jalan selalu dilakukan sepanjang tahun,baik pembangunan jalan baru hingga pemeliharaan jalan yang sudah terbangun dari kerusakan. Pada Rabu (15/11), di wilayah kerja Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) VI tepatnya di ruas Ciamis-Batas Jawa Tengah sedang dilakukan uji coba penerapan pelapisan Slury Seal pada aspal sebagai langkah pencegahan kerusakan jalan.
Mewakili Kepala BBPJN VI, Atyanto, Kepala Bidang Preservasi & Peralatan 2 BBPJN VI, Edison Rombe mengatakan bahwa seleuruh balai telah dihimbau untuk melakukan pendekatan pencegahan (preventif) kerusakan jalan dibandingkan melakukan pemeliharaan berkala. Menurutnya ada beberapa metode preventif kerusakan jalan, salah satunya adalah penggunaan slurry seal.
“Jadi slurry seal ini adalah salah satu langkah kita untuk menjaga kondisi jalan baik dan sedang kita buat agar bisa bertahan lebih lama sehingga kita bisa melakukan efesiensi di tempat itu. Jadi slurry seal ini merupakan kegiatan mempertahankan kondisi jalan,” katanya.
Hal tersebut diamini oleh Kepala Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional 2 Jawa Barat, Wahyu Budi Wiyono. Menurut pria yang akrab disapa Budi ini, pihaknya akan melakukan uji coba penerapan slurry seal di tiga ruas yang berada di kewenangannya, yaitu Ciamis-Batas Jateng, Lingkar Cianjur ,dan Jampang Kulon -Surade – Tegal Beleud.
Menurutnya tiga ruas itu dipilih karena mewakili tiga volume lalu lintas yang berbeda. “Di ruas uji coba kali ini lalu llintasnya padat, kita memakai tipe tiga. Di lingkar cianjur lalin nya sedang namun kita juga akan memakai tipe 3. Nanti kita lihat kondisinya juga di jampang kulon dengan lalin rendah. Jadi ada tiga tipe slurry seal untuk tiga volume lalin yang berbeda juga,” pungkasnya.
Penggunaan slurry seal sebenarnya sudah cukup umum,tercatat sudah pernah digunakan di jalur Pantura, Jogja,Bantul, dan Cilacap. Sementara di Lintas Selatan Jabar ini baru pertama kali, aku Budi.
Budi mengatakan pemilihan metode slurry seal ini memiliki beberapa keuntungan karena ini lebih murah dan lebih cepat pengaplikasiannya dibanding metode prefentiv yang ada. Dengan Slurry Seal penghematan biaya 50-75% lebih murah dari satu lapis aspal. 40-50 ribu permeter persegi. Dengan umur rencana 1 tahun.
Pada saat uji coba tadi, digunakan model slurry seal standar yang membutuhkan pengerjaan 3-4 jam hingga lalin dibuka penuh kembali. “Kalau menggunakan quick setting, lalin sudah bisa kita buka dalam 2 jam. Saat ini yang dipakai setting biasa,” imbuhnya.
Namun Slurry Seal hanya bisa diterapkan dikondisi cuaca kering dan untuk kondisi jalan mantap. “Jadi slurry seal untuk mempertahankan kemantapan jalan. kalau jalannya sudah terjadi deformasi perlu diolah dulu, sampai di patching baru kita beri slurry seal diatasnya,” kata Budi.
Lebih jauh Budi akan mengidentifikasi kebutuhan preventif disetiap 2-3 Km dari 800 Km jalan di wilayah kerjanya. Adapun wilayah kerjanya yaitu ruas Nagrek-Batas Jateng, Pantai Selatan Jabar mulai dari Pangandaran-Cidaun-Jampang Kulon-Pelabuhan Ratu, ke Utara ke Cianjur-Batas Raja Mandala, ke arah Benda di Barat.
Ditemui di tempat yang sama, Pejabat Pembuat Komitmen Ruas Ciamis-Batas Jateng dan Banjar-Pangandaran, Kadimin menegaskan di ruasnya tersebut memang sudah terdapat jalan dengan permukaan asapal yang lepas butir dan atau retak rambut namun masih dalam kondisi mantap (tidak rusak). “Dalam uji coba ini, kita akan amati hasilnya, jika bagus, tahun depan ruas yang kondisi nya sama akan kita beri slurry seal agar umurnya lebih panjang,” ujarnya.
Menurut Kadimin dari segi pembiayaan,penggunaan Slury Seal jauh lebih murah daripada melakukan pemeliharaan jalan dengan 1 lapis AC WC. “Program preventif ini perlu digalakkan. Jangan layer aspal dulu untuk jalan yang masih bagus kita disarankan untuk memakai program preventif seperti slurry seal ini,”ujarnya.
Dari Ciamis-Batas Jateng ada sekitar 5 km jalan yang memiliki kondisi yang sama. Jika hasil uji coba ini memuaskan,5 km jalan itu akan diberikan slurry seal. Sementara untuk ruas Banjar-Pangandaran belum bisa diterapkan karena lebar jalannya masih 6 meter. Makanya penerapan slurry seal diutamakan di jalur utama yang lebarnya sudah 7meter. Pasalnya selama proses penerapan slurry seal akan diberlakukan buka tutup jalan yang pasti menimbulkan antrian kendaraan cukup panjang.
Pengaplikasian Slurry Seal pun tidak membutuhkan banyak alat, hanya 1 buah truk scan road untuk mencampur dan menghampar bubur aspal. Di bak truk tersebut material agregat,emulsi, air,semen,dan aditif dicampur kemudian di hamparkan ke permukaan jalan. Proses pengaplikasian slurry seal pada 500 meter bidang jalan bisa dilakukan dalam 30 menit. Surry seal terdiri dari tiga jenis campuran tergantung dari kerusakan jalan yang dihadapi. Makin parah kerusakan pori jalannya makin banyak volume adukan materialnya yang digunakan.
Kondisi Jalan Nasional di Wilayah PJN 2 Jawa Barat
Seusai melakukan uji coba Slurry Seal di ruas Ciamis-Batas Jateng KM 125, penulis menyempatkan diri berbincang dengan Kasatker PJN Wilayah 2 Jawa Barat, BBPJN VI,Wahyu Budi Wiyono mengenai kondisi Jalan Nasional di wilayahnya secara umum.
Di wilayah Kesatkeran PJN 2 Jabar terdapat 8 PPK untuk sekitar 800 km-an Jalan Nasional yang terdiri dari Nagrek-Batas Jateng, Pantai Selatan Jabar mulai dari Pangandaran-Cidaun-Jampang Kulon-Pelabuhan Ratu, ke Utara ke Cianjur-Batas Raja Mandala, ke arah Benda di Barat.
Menurut Budi, sempat terjadi keterlambatan keterlambatan penanganan long segmen sehingga sempat terdapat 11000 lobang jalan. Sselain itu masih banyak lebar jalan yang belum standar Jalan Nasional 7 meter sehingga menghasilkan bottle neck. Terutama di daerah Pantai Selatan Jawa Barat, Pangandaran, Jampang Kulon, Pelabuhan Ratu, dan Cibadak. “Padahal daerah selatan ini mendukung jalur wisata , mulai dari ciwidey,pangandaran, pelabuhan ratu, dan ciletung. Pansela jabar 500 Km. jadi kalau ditempuh butuh waktu 1 hari 1 malam dari pangandaran ke pelabuhan ratu,” ujar Budi. Meski begitu,Budi tetap lega karena fungsionalitas jalan sudah tercapai.
Permasalahan lainnya adalah longsoran badan jalan karena ketika dilebarkan tidak dibuat drainase, seperti di wilayah Sukabumi dan Cianjur. Dikedua wilayah tersebut masyarakat juga menggunakan bahu jalan untuk berdagang sehingga menutup drainase. “Kami mengharapkan dukungan dari pemda terkait pedagang kaki lima ini. Kami kesulitan untuk menertibakannya. jika terjadi longsor akibat tidak ada drainase mengakibatkan dana perbaikan yang lebih besar pula,” jelas Budi.
Pada Tahun 2017 PJN 2 Jabar dipercaya mengelola anggaran sebesar Rp. 450 Miliar yang dipakai untuk pelebaran dan rekonstruksi jalan. Tahun 2018 PJN Wilayah 2 Jabar akan mendapatkan tambahan ruas Soreang,akses waduk jatigede,dan cikijing-batas jateng. “Akan (tahun 2018) mendapat dana Rp. 500 miliar. Jadi nanti hampir 1000 km (setelah ditambah 3 ruas baru) yang berada di PJN2 jabar,” kata Budi.
Sementara untuk jembatan, menurut Budi, saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan karena peralihan status jalan kabupaten menjadi provinsi kemudian jalan nasional hanya dalam konteks administrasi saja sedangkan kondisi struktur jembatan nya masih di bawah standar Jalan Nasional. Pasalnya jembatan-jembatan di ruas Jalan Nasional seyogyanya harus bisa dilewati kendaraan kecil dan besar.
Untuk penanganannya ada beberapa titik jembatan yang dilakukan pemeliharaan berkala bahkan ada penggantian jembatan seperti di Jembatan Cibaruyan. Menurut Budi, banyak jembatan di wilayah kerjanya yang sudah tua karena dibangun pada tahun 1980 an. “Kami juga memerlukan beberapa duplikasi jembatan tetapi untuk tahun 2018 kami diminta agar menjaga jembatan yang ada untuk fungsional dulu,” jelasnya. (ian)