Limbah Industri untuk Menyambung Kesatuan Negeri
- 27 Agus 2024
- Artikel/Artikel
- 282 viewed
Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Sulawesi Tengah
Indonesia terus berupaya mengembangkan sektor industri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional melalui penyerapan tenaga kerja dan pendapatan negara. Namun selain menyerap tenaga kerja dan menambah devisa negara, sektor industri ternyata menghasilkan limbah dengan deposit yang sangat melimpah dalam proses produksinya.
Limbah tersebut akan memberikan dampak negatif berupa pencemaran lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik . Sektor industri memerlukan teknologi material berkelanjutan atau teknologi maju untuk mengubah limbah menjadi sumber daya sebagai upaya penyerapan limbah secara masif dan aman untuk mengurangi beban pengelolaan limbah. Sayangnya, keberadaan limbah industri ini berbanding terbalik dengan ketersediaan agregat sebagai bahan konstruksi jalan. Sumber agregat untuk pembangunan jalan semakin langka dan kualitasnya rendah. Seperti di beberapa daerah di Pulau Sulawesi, Papua, dan Kalimantan kebutuhan material bahan jalan didatangkan dari luar daerah sehingga Terjadi penambahan biaya dan waktu pengerjaan.
Faktor kelangkaan material jalan menjadi faktor utama adanya keterlambatan pekerjaan pembangunan jalan salah satunya di jalan raya Kota Kupang. Hal ini menjadi permasalahan dalam pembangunan jalan untuk menyambung kesatuan negeri.
Salah satu upaya dalam menangani kedua permasalahan tersebut dengan memanfaatkan limbah industri sebagai material jalan yang aman memenuhi spesifikasi, mudah dikerjakan, dan ekonomis. Limbah industri dengan deposit melimpah diantaranya adalah slag, abu batubara, dan tailing.
Limbah slag merupakan salah satu limbah yang diperoleh dari industri peleburan bijih logam seperti bijih nikel, bijih besi, dan bijih baja. Limbah slag diperoleh setelah bijih dilebur dan diambil jenis logam tertentu, sehingga logam yang tidak diambil menjadi ampas atau slag. Deposit limbah slag sangat melimpah, yaitu mencapai lebih dari
1,5 juta ton pertahun. Bentuk fisik limbah slag menyerupai batu alam serta ukuran dapat diatur sesuai kebutuhan.
Limbah abu batubara atau fly ash bottom ash (FABA) juga merupakan limbah industri, yang diperoleh dari pembakaran batubara sebagai sumber energi pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Deposit limbah FABA pada tahun
2021 mencapai lebih dari 7,5 juta ton dan akan terus meningkat seiring dengan program penyediaan listrik di Indonesia. Bentuk fisik limbah fly ash berupa butiran halus seperti semen, sementara bottom ash menyerupai pasir. Sementara tailing merupakan limbah buangan hasil hancuran batuan yang diendapkan dalam proses pemisahan biji emas dan tembaga pada industri pertambangan.
Volume limbah tailing yang dihasilkan terus meningkat, pada tahun 2020 limbah tersebut mencapai rata-rata ±200.000 m3/hari dan secara fisik, bentuk limbah tailing menyerupai pasir.
Limbah slag, abu batubara, dan tailing berpotensi untuk dimanfaatkan dalam proyek jalan dengan penyerapan yang tinggi, dan memberikan manfaat dalam upaya mengurangi pencemaran lingkungan dan beban biaya pengelolaan.
Tulisan ini selanjutnya akan menguraikan inovasi pemanfaatan limbah berdasarkan kelayakan teknis, analisis dari aspek biaya, serta analisis efektifitas penerapan lapangan terhadap pemanfaatan limbah slag, batu batubara, dan tailing sebagai bahan konstruksi jalan.
Limbah Slag
Pengelolaan limbah slag awalnya menggunakan sistem pendinginan air untuk memperoleh slag dengan bentuk fisik rounded (bulat) dan halus. Bentuk fisik tersebut akan memberikan interlocking antar agregat yang rendah sehingga akan memberikan kekuatan daya dukung yang lemah. Inovasi dilakukan dengan pendinginan udara yang menghasilkan slag cubical, kasar, dan dapat disesuaikan ukurannya sesuai kebutuhan.
Kajian kelayakan slag dengan pengelolaan pendinginan udara, mengkaji agregat pada lapis fondasi dengan menggunakan slag besi dari PT Krakatau Posco. Pengujian laboratorium yang dilakukan adalah pengujian mutu sifat fisik dan sifat campuran. Hasil pengujian dibandingkan dengan Persyaratan Lapis Fondasi Kelas A Spesifikasi Umum Bina Marga, sesuai dengan Tabel 1.
Hasil pengujian sifat fisik menunjukkan persyaratan slag memenuhi sebagai bahan lapis fondasi jalan. Pada item analisa saringan, ukuran butir pada saringan lolos ukuran 9,5mm dan 4,25mm tidak sesuai dengan amplop gradasi lapis fondasi kelas A, namun secara kekuatan bahan dan campuran, slag sangat ideal untuk bahan lapis fondasi. Hal ini berarti secara teknis limbah slag dapat menggantikan agregat alam untuk bahan lapis fondasi jalan.
Kesuksesan kajian teknis tersebut, menjadi dasar terhadap terbitnya peraturan pemanfaatan slag sebagai bahan lapis fondasi jalan, yaitu SNI 8378:2017. Analisis biaya dilakukan dengan menghitung harga satuan pekerjaan lapis fondasi jalan baik menggunakan slag maupun batu alam. Perbandingan analisa harga satuan antara lapis fondasi slag dengan lapis fondasi batu alam adalah sesuai dengan Gambar 2.
Analisis biaya pada Gambar 2 dengan harga satuan Provinsi Jawa Barat tahun 2021, menunjukan bahwa lapis fondasi dengan slag lebih ekonomis 27,94% dibandingkan lapis fondasi dengan agregat alam. Pada item penggunaan alat, harga lapis fondasi dengan slag lebih tinggi, karena nilai berat jenis yang tinggi dan sifat keras dengan abrasi rendah, sehingga proses pengangkutan dan pemadatan membutuhkan waktu yang lebih dari agregat alam. Namun pada item harga bahan, limbah slag jauh lebih ekonomis bila dibandingkan dengan agregat alam, sehingga secara total biaya lapis fondasi dengan slag lebih rendah.
Uji coba lapis fondasi dengan slag dilakukan pada tahun 2018 di jalan lingkar kantor Bina Teknik Jalan dan Jembatan. Proses pencampuran, penghamparan, dan pemadatan dapat dilakukan seperti pelaksanaan dengan agregat alam. Mutu pekerjaan pada saat penerapan berupa uji kepadatan dan ketebalan dapat tercapai. Kinerja lapis fondasi dengan slag dipantau setiap tahun dengan monitoring visual. Pada tahun 2021, kondisi perkerasan jalan di lokasi uji coba dalam keadaan baik terbukti dengan tidak ditemukan kerusakan seperti retak, amblas, lubang, serta kerusakan lain.
Limbah Abu Batubara
Inovasi pemanfaatan limbah abu batubara juga dapat menjadi alternatif untuk bahan jalan. Sifat kimia abu batubara yang mirip dengan komponen semen meningkatkan ikatan yang mudah dibentuk dan memberikan kekuatan dalam campuran fly ash, bottom ash, dan semen untuk lapis fondasi
jalan dengan fokus pada Unconfined Compression Strength (UCS). Limbah abu batubara yang digunakan dalam kajian ini berasal dari PLTU Labuan Angin, Sumatera Utara. Hasil pengujian sifat fisik dan campuran dengan limbah FABA sebagai lapis fondasi jalan adalah seperti pada Tabel 2.
Nilai UCS target untuk pengujian laboratorium adalah 24 kg/cm2 pada umur 7 hari. Pengujian campuran tanpa semen dilakukan pengujian California Bearing Rasio (CBR). Pada kajian ini telah dilakukan pengujian dengan beberapa
komposisi, namun komposisi paling efektif adalah 25% fly ash dan 75% bottom ash. Hasil pengujian kekuatan campuran memanfaatkan limbah abu batubara adalah sesuai Tabel 3 dan Gambar 4.
Hasil pengujian campuran nilai CBR adalah
20%. Apabila dibandingkan dengan ketentuan CBR lapis fondasi kelas A yaitu 90%, nilai CBR campuran ini tidak memenuhi persyaratan maka perlupenambahan semen pada campuran. Setelah ditambah semen, nilai UCS target yaitu
24 kg/cm2 dapat tercapai dengan kadar semen berkisar 7%. Selain itu campuran ini juga tahan terhadap pengaruh air, yang ditunjukan dengan nilai durabilitas > 50%. Campuran dengan 25% fly ash, 75% bottom ash, dan 7% semen secara teknis memenuhi persyaratan daya dukung dan ketahanan terhadap pengaruh air.
Analisis lanjutan yakni analisis biaya lapis fondasi abu batubara dengan menghitung harga satuan dan dibandingkan dengan biaya stabilisasi tanah semen. Hasil analisa biaya adalah sesuai dengan Gambar 5.
Hasil analisis biaya menunjukan bahwa item tenaga kerja dan alat pada pekerjaan stabilisasi abu batubara mempunyai harga yang lebih tinggi. Limbah abu batubara membutuhkan waktu pelaksanaan yang lebih lama karena adanya perlakukan khusus terkait potensi debu pada proses pencampuran, pengangkutan, dan pemadatan.
Namun pada item harga bahan, nilai abu batubara lebih ekonomis bila dibandingkan dengan harga material tanah. Secara total biaya, lapis fondasi abu batubara dengan stabilisasi semen lebih efektif
18% dari lapis fondasi dengan stabilisasi tanah.
Efektivitas inovasi teknologi lapis fondasi abu batubara dengan semen dilakukan uji cobadi Jalan Nasional Osward Siahaan Km. 15, Kolang, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara pada 2020 dengan panjang jalan 150 m, lebar 6,15m, dan ketebalan
20cm. Pelaksanaan pekerjaan pencampuran limbah abu batubara dengan semen dilakukan di PLTU Labuan Angin, dengan menambahkan air untuk mengurangi potensi debu.
Proses selanjutnya adalah penghamparan dan pemadatan di lapangan. Kontrol terhadap mutu pekerjaan stabilisasi abu batubara dapat tercapai, dengan hasil nilai derajat kepadatan dan UCS yang memenuhi persyaratan.
Kinerja lapis fondasi abu batubara semen ini, masih dalam kondisi baik berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan per Juli 2021 dimana tidak ada retak, amblas, lubang, atau kerusakan jalan lainnya.
Limbah Tailing
Tailing yang berasal dari PT.Freeport Indonesia di Papua memiliki potensi pencemaran lingkungan yang tinggi jika tidak diserap dengan baik. Inovasi teknologi yang paling efektif adalah menggantikan pasir alam dengan tailing dalam campuran Lapis Fondasi Pasir Aspal (LFPA), diberi nama Lapis Fondasi Tailing Aspal (LFTA).
Komposisi paling efektif adalah 10% agregat kasar, 20% agregat sedang, dan 70% tailing untuk memenuhi persyaratan teknologi LFTA.
Berdasarkan komposisi tersebut dilakukan pengujian sifat campuran LFTA, dengan hasil pengujian sesuai dengan Tabel 4.
Hasil uji campuran LFTA menunjukan seluruh sifat campuran memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Teknologi LFTA secara teknis dapat memberikan kinerja sebagai lapis fondasi jalan. Selanjutnya analisis biaya dilakukan dengan membandingkan harga pekerjaan lapis fondasi pasir aspal dengan lapis fondasi tailing aspal sesuai Gambar 5.
Hasil analisis biaya, item tenaga dan alat menunjukan nilai yang relatif seimbang. Namun pada item bahan, nilai LFTA lebih rendah karena tailing tidak diperjualbelikan sehinggan tidak mempunyai nilai biaya bahan. Secara total biaya, LFTA menunjukan lebih ekonomis 11,80% dibandingkan LFPA.
Efektifitas teknologi diuji coba pada penerapan jalan perkantoran PT Freeport Indonesia sepanjang 380 m, lebar 8 m, dan tebal 10cm. Pelaksanaan pekerjaan pencampuran LFTA dilakukan di AMP PT Karya Mandiri Permai. Kegiatan penerapan didahului dengan percobaan pencampuran (trial mix) dan percobaan pemadatan (trial compaction) Dokumentasi kegiatan penerapan lapis fondasi tailing aspal adalah sesuai dengan Gambar 7.
Inovasi teknologi limbah industri sebagai penyambung kesatuan negeri sudah teruji kelayakannya berdasarkan kualitas mutu dan efisiensi biaya produksi. Limbah slag, lapis fondasi abu batubara semen dan LFTA dapat memenuhi spesifikasi mutu sehingga menjadi alternatif agregat alam. Nilai biaya dari inovasi tersebut dinilai lebih ekonomis dibandingkan agregat alam. Kualitas mutu ketahanan limbah industri memiliki performa penerapan lapangan yang baik untuk digunakan dalam waktu yang lama.
Sumber : BINEKA, Vol. 3 Edisi Oktober 2023 (Hal-35-41)