Artikel

Beranda Artikel Analisis Kapasitas Jembatan Eksisting Berbasis Peta Gempa 2017
Beranda Artikel Analisis Kapasitas Jembatan Eksisting Berbasis Peta Gempa 2017

Analisis Kapasitas Jembatan Eksisting Berbasis Peta Gempa 2017

  •  07 Mar 2022
  • Artikel/Artikel
  • 2391 viewed
Analisis Kapasitas Jembatan Eksisting Berbasis Peta Gempa 2017
Foto: Analisis Kapasitas Jembatan Eksisting Berbasis Peta Gempa 2017
Oleh: N. Retno Setiati dan Imam Akbar

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.504 pulau dan luas perairan 3,25 juta km2. Luasnya daerah kepulauan dan perairan menjadikan Indonesia sebagai daerah rawan gempa bumi karena berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu: lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Gempa bumi adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan ge lombang seismik. Gempa Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng Bumi).
Kondisi kegempaan setiap wilayah di Indonesia telah disusun dalam bentuk Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 yang merupakan pemuktahiran Peta Gempa Indonesia Tahun 2010. Pentingnya pemutakhiran peta gempa Indonesia secara berkala berdasarkan sumber gempa terbaru dan state of the art sismic hazard analysis dapat memberikan gambaran dalam menentukan beban gempa terhadap struktur bangunan khususnya jembatan.
Analisis struktur kapasitas bangunan jembatan di Indonesia hingga saat ini masih menggunakan Peta Gempa Tahun 2017. Hal ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja jembatan eksisting terhadap peta gempa 2017.

Sekilas Peta Gempa
Sebagian besar jembatan yang telah terbangun di Indonesia umumnya dirancang menggunakan peraturan tahun 1987 sampai peraturan tahun 2005. Seiring dengan terjadinya gempa besar dalam beberapa tahun terakhir, seperti gempa Aceh yang disertai tsunami pada tahun 2004 (9,2 skala Richter), gempa Nias pada tahun 2005 (8,7 skala Richter), gempa Jogya pada tahun 2006 (6,3 skala Richter), gempa Padang pada tahun 2009 (7,6 skala Richter), gempa Palu pada tahun 2018 (7,4 skala Richter), gempa Lombok pada tahun 2018 (7 skala Richter), dan gempa Bengkulu pada tahun 2021 (5,1 skala Richter) dan yang terbaru terjadi gempa di Papua (6,00 skala Ritcher) menunjukan tren kegempaan di Indonesia meningkat di tahun 2021, sehingga perlu dikaji kembali kekuatan struktur jembatan yang dirancang menggunakan beban gempa sesuai peraturan lama.
Pengkajian tersebut harus dapat dibandingkan dengan Peta Gempa Indonesia Tahun 2017. Peta Gempa Indonesia Tahun 2017 untuk kebutuhan perencanaan jembatan terdiri dari peta percepatan puncak (PGA), respon spektra percepatan 0,2 detik dan 1,0 detik di batuan dasar (SB) dengan periode ulang 1000 tahun serta kemungkinan terlampaui 7% dalam 75 tahun. Gambar 1 menunjukkan peta percepatan puncak di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun.

Perhitungan Beban Gempa Untuk Jembatan Menggunakan Standar Terdahulu
Perencanaan jembatan terhadap beban gempa akan terus mengalami perubahan, perubahan tersebut selalu mengikuti perkembangan peta gempa terbaru. Sebagai contoh, jembatan eksisting yang dibangun sekitar tahun 2000 harus dievaluasi kekuatannya terhadap gempa yang terjadi dalam dekade tahun sekarang.
Begitu pula dengan jembatan yang akan dibangun pada tahun ini harus mengacu pada beban gempa yang terjadi saat ini. Dalam analisis perencanaan jembatan akibat beban gempa hal yang harus diperhatikan adalah perubahan nilai respons spektrum yang memengaruhi tingkat kinerja struktur dalam mengakomodasi beban gempa yang bekerja.


Beberapa perilaku sistem jembatan pada saat terjadinya gempa yang perlu diperhatikan, yaitu:
Struktur bawah daktail dengan struktur atas elastis;
Struktur bawah elastis dengan struktur atas daktail;
Struktur bawah dan struktur atas elastis dengan mekanisme fuse di antara keduanya.

Standar pembebanan untuk jembatan berpedoman pada SNI 1725-2016 yang merupakan standar lebih awal daripada standar pembebanan untuk jembatan SNI 2833:2016. SNI 1725-2016 telah memuat beberapa penyempurnaan dari SNI sebelumnya. Namun, untuk perhitungan beban gempa masih digunakan tahapantahapan dalam SNI 2833:2016. Untuk menilai beban rencana gempa minimum dapat dihitung menggunakan persamaan-persamaan berikut:

Respon Spektra Di Permukaan Tanah
Respon spektra di permukaan tanah ditentukan menggunakan rumus-rumus:

Untuk periode lebih kecil dari T0, respons spektra percepatan, Sa didapatkan dari persamaan berikut:

Untuk periode lebih besar atau sama dengan T0, dan lebih kecil atau sama dengan Ts, respon spektra percepatan, Sa adalah sama dengan SDS.

Untuk periode lebih besar dari Ts, respons spektra percepatan, Sa didapatkan dari persamaan berikut:

Penggunaan semua persamaan tersebut untuk membentuk respon spektra di permukaan, diperlihatkan dalam Gambar 5.

Pada perencanaan jembatan respon spektra desain yang digunakan merupakan respon spektra di batuan dasar dikalikan dengan suatu faktor amplifikasi sesuai dengan kelas situs.

Peningkatan Nilai Koefisien Gempa
Dengan penggunaan Peta Gempa terbaru tahun 2017 terhadap perancangan jembatan eksisting pada kenyataannya dapat meningkatkan nilai koefisien gempa, terutama untuk struktur bangunan bawah jembatan. Peningkatan nilai koefisien gempa ini berpengaruh pada beban gempa lateral.
Dengan terjadinya beberapa gempa besar dalam 6 tahun terakhir, antara tahun 2015-2021 dan semakin meningkatnya tren kegempaan di Indonesia, maka koefis ien dalam peraturan gempa terbaru menggunakan pendekatan probabilitas, yang setiap faktor daktilitasnya perlu diperhitungkan secara rinci.
Beban gempa nilainya ditentukan oleh besarnya probabilitas beban itu dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat daktilitas struktur yang mengalaminya, dan oleh kekuatan lebih yang terkandung di dalam struktur tersebut. 
Menurut Standar ini, peluang dilampauinya beban tersebut dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun adalah 10% dan gempa yang menyebabkannya disebut Gempa Rencana (dengan periode ulang 500 tahun), tingkat daktilitas struktur gedung dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan faktor kuat lebih f1 untuk struktur gedung secara umum nilainya adalah 1,6. Dengan demikian, beban gempa nominal adalah beban akibat pengaruh Gempa Rencana yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama di dalam struktur gedung, kemudian direduksi dengan faktor kuat lebih f1.

Tahapan Perancangan Dan Evaluasi Jembatan Eksisting
Tahapan yang dilakukan dalam melakukan perancangan dan evaluasi jembatan eksisting berdasarkan Peta Gempa 2017 meliputi beberapa tahapan di antaranya perencanaan dan perancangan awal, penentuan standar penghitungan, penentuan zona gempa, penentuan analisis struktur, penentuan gaya rencana, penentuan perpindahan rencana, desain komponen jembatan dan pemenuhan kapasistan jembatan. Lebih rinci ditunjukkan dalam Gambar 6.

Kapasitas Jembatan Wiyoto Wiyono Berbasis Peta Gempa Tahun 2017
Jembatan eksisting Wiyoto Wiyono adalah salah satu jembatan tol layang yang menghubungkan Cawang - Tanjung Priok – Ancol Timur – Jembatan Tiga/Pluit, sepangajang 30,68 km. Pembangunan jembatan ini dimulai sejak 1987 silam dan masih eksisting hingga saat ini sebagai koneksi toll to toll. Studi kasus dilakukan pada jembatan eksisting Wiyoto Wiyono dengan skema penampang pilar ditunjukkan pada Gambar 7.

Bentuk penampang pilar ditunjukkan dalam Gambar 8.

Berdasarkan Gambar 7 dan Gambar 8 terlihat idealisasi pemodelan. Dalam analisis, pilar dimodelkan sebagai struktur pilar tunggal dalam arah memanjang dan melintang. Struktur pondasi diasumsikan sangat kaku dan berperilaku seperti struktur dengan satu derajat kebebasan (Single Degree of Freedom/SDOF) seperti ditunjukkan dalam Gambar 9.

Berdasarkan analisis diperoleh beberapa parameter sebagai berikut:
Kekakuan lateral dan periode alami  diketahui nilai N < 15 (tanah lunak). I = 14m2, E = 20000 MPa, m = 2000 kN, K = 1640625 kN/m. T = 0,22 detik. Respon spektra untuk wilayah Jakarta Utara ditunjukkan dalam Gambar 10.

Hasil gaya gempa kemudian dianalisis dan menimbulkan gaya-gaya dalam (berupa gaya horisontal, vertikal, dan momen). Berdasarkan analisis, titik performa struktur diperoleh setelah struktur mengalami deformasi inelastis melebihi kapasitas leleh (yield). Titik performa diperoleh pada kondisi struktur berikut:

Dari hasil analisis pushover dapat diketahui lokasi dan tingkat sendi plastis yang terjadi. Pada step tertentu hanya sendi plastis pada bagian bawah pier yang sudah mencapai kondisi Immediate Occupancy (IO).

Evaluasi struktur pilar dilakukan dengan analisis pushover untuk mengetahui performa struktur terhadap kondisi gempa desain. Gempa desain yang digunakan adalah gempa berdasarkan SNI2833- 2016 dan Peta Gempa Nasional 2017.
Analisis push over dilakukan dengan mendefinisikan sendi plastis dan perilaku inelastis struktur setelah melampaui batas elastiknya. Pada saat kondisi gempa desain, titik performa diperoleh pada kondisi immediate occupancy, dan sendi plastis terjadi pertama kali pada bagian bawah pier.
Dari analisis yang telah dilakukan performa struktur pada saat gempa desain masih di bawah level life safety yang disyaratkan oleh peraturan. Dalam hasil analisis push over, kinerja diperlihatkan oleh struktur adalah LS (life safety), yang artinya bahwa target perpindahan telah terpenuhi dan struktur jembatan aman.
Pada kondisi Immediate Occupancy (IO) , sendi plastis di tingkat Life Safety (FS), dan 0 sendi plastis di tingkat Collapse Prevention (CP) yang artinya terhindar dari keruntuhan.

Penutup
Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi pilar jembatan Wiyoto Wiyono masih dalam kondisi aman dari beban gempa berdasarkan peta gempa 2017. Namun, masih perlu dilakukan sistem pemeriksaan jembatan eksisting lainnya terhadap peta gempa tahun 2017 untuk memastikan bahwa jembatan eksisting lain benar-benar berada dalam kondisi aman.
Selain itu diperlukan juga pembaharuan terhadap peta gempa 2017 sehingga pemeriksaan terhadap jembatan eksisting terus terbaharui dengan meningkatnya tren kegempaan di Indonesia di tahun 2021 ini, semakin terbaharui maka semakin pula akurat perhitungan untuk tingkat keamanan jembatan eksisting.

Sumber : BINEKA, Vol. 2 Edisi Oktober 2021.