Potensi Pemanfaatan Limbah B3 Sebagai Material Konstruksi Jalan
- 07 Sept 2021
- Artikel/Artikel
- 6672 viewed
Oleh : Gugun Gunaawan & Indra Andika Prananda
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2014-2015 menyebutkan limbah B3 yang dihasilkan sekitar 125 juta ton per tahun, sementara yang baru termanfaatkan sekitar 500 ribu ton.
Kebijakan Kementerian PUPR
Kebijakan Kementerian PUPR dalam pemanfaatan material sebagai bahan konstruksi jalan, mengacu pada spesifikasi umum bidang jalan dan jembatan. Secara umum apabila material limbah B3 akan digunakan sebagai material jalan harus memenuhi spesifikasi yang ditentukan dalam buku spesifikasi umum bidang jalan Tahun 2018.
Untuk menjadikan material limbah B3 sebagai material jalan, perlu dilakukan pengujian- pengujian mutu material limbah B3. Semuanya harus sesuai spesifikasi, apakah untuk material pilihan atau timbunan, material pengganti subgrade, material sub base , base dan lapisan perkerasan baik perkerasan aspal atau beton semen.
Potensi Penggunaan
Hasil kajian penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan sampai dengan 2019, menunjukkan bahwa material Limbah B3 berpotensi untuk digunakan sebagai material konstruksi jalan. Limbah B3 yang dimaksud adalah fly-ash, bottom ash, slag baja, slag nikel, tailing serta limbah sawit De-OBE (De Oiled Bleaching earth).
Adapun potensi pemanfaatan material limbah B3 adalah sebagai material pilihan atau material timbunan, material lapis fondasi tanah (sub-grade), material lapis fondasi bawah/ atas (sub-base/base), sebagai material agregat lapis perkerasan aspal dan beton semen, serta material agregat bangunan pelengkap jalan. Selengkapnya lihat gambar berikut:
Limbah Fly Ash
Standar Nasional Indonesia
-
SNI 2460:2014 Spesifikasi abu terbang batubara dan pozolan alam mentah atau yang telah dikalsinasi untuk digunakan dalam beton.
-
SNI 6867-2002 Spesifikasi abu terbang dan pozolan lainnya untuk digunakan dengan kapur.
-
SNI 6468-2002 Tata cara perencanaan campuran beton berkekuatan tinggi dengan semen portland dan abu terbang.
-
SNI 03-6863-2002 Metode pengambilan contoh dan pengujian abu terbang atau pozolan alam sebagai mineral pencampur dalam beton semen Portland.
-
SNI 03-6468-2000 Tata cara perencanaan campuran beton berkekuatan tinggi dengan semen portland dan abu terbang.
Pedoman dan Surat Edaran (SE)
-
Pd 14-2018-B , Pedoman Penggunaan Abu Terbang dalam Beton Sedikit Semen.
-
RPT Pedoman Pelaksanaan Beton Sedikit Semen Menggunakan fly ash.
-
RPT Spesifikasi dan Penggunaan Beton Tanpa Semen berbahan dasar Abu Terbang.
-
RPT Spesifikasi Lapis Fondasi Perkerasan Menggunakan Abu Batu Bara.
-
SE PU No 01/SE/M/2010 Pemberlakuan pedoman pelaksanaan stabilisasi bahan jalan langsung di tempat dengan bahan serbuk pengikat.
Limbah Slag Baja/Besi
Standar nasional Indonesia
-
SNI 8378:2017: Spesifikasi lapis fondasi dan lapis fondasi bawah menggunakan slag.
-
SNI 8379:2017: Spesifikasi material pilihan (selected material) menggunakan slag untuk konstruksi jalan.
-
SNI 6385:2016: Spesifikasi semen slag untuk digunakan dalam beton dan mortar (Puslitbang Perkim).
-
SNI 8363:2017: Semen Portland slag.
-
RSNI2 : Spesifikasi campuran beraspal panas bergradasi menerus (laston) menggunakan slag.
Pedoman
-
Pd T 04-2005-B) Pedoman Penggunaan agregat slag besi dan baja untuk campuran beraspal.
-
Pd 14-2016-B Pelaksanaan material pilihan menggunakan slag untuk kontruksi jalan
-
Pd T-04-2005-B Penggunaan agregat slag besi dan baja untuk campuran beraspal panas.
-
RPT3 Perancangan dan pelaksanaan campuran beraspal panas bergradasi menerus (laston) menggunakan slag.
-
RPT Perancangan campuran beton menggunakan Semen Portland Slag.
Spesifikasi
-
Spesifikasi Khusus Skh-1 .3.14 Spesifikasi Khusus Interim Material Pilihan Menggunakan Slag.
-
Spesifikasi Khusus Skh-1 .5.10 Spesifikasi Khusus Interim Lapis Fondasi dan Fondasi Bawah Menggunakan Slag.
-
Spesifikasi Khusus Skh-1 .6.16 Spesifikasi Khusus Interim Campuran Beraspal Bergradasi Menerus Menggunakan Slag.
Tailing
Pedoman dan spesifikasi
-
Pd T-14-2004-B Pedoman penggunaan tailing untuk lapis Fondasi dan lapis fondasi bawah.
-
Spesifikasi khusus interim seksi 7.1 Beton tailing.
Adapun untuk hasil kajian Slag Nikel dan De-OBE yang belum memiliki SNI atau pun Pedoman, secara teknis, untuk slag nikel dapat digunakan untuk material pilihan/timbunan dan material lapisan subgrade, khususnya untuk limbah slag nikel dari tambang yang menggunakan sistem water cooling.
Sedangkan untuk limbah slag nikel yang menggunakan Sistem air cooling secara teknik dapat digunakan sebagai material pilihan/timbunan, agregat lapis fondasi bawah dan atas perkerasan aspal/beton semen (Pusjatan, 2020).
Sementara itu, limbah De Oiled Bleaching Earth (De- OBE), merupakan spent bleaching earth (SBE) atau tanah pemucat yang merupakan limbah padat dan dihasilkan dari pemurnian minyak nabati.
Tanah pemucat merupakan salah satu jenis tanah lempung yang mengandung mineral montmorillonit sekitar 85% dan fragmen sisanya terdiri dari campuran mineral kuarsa, gipsum, kolinit dan lain-lain (Supeno 2008).
Dalam tanah pemucat bekas terkandung zat warna beta- karoten dan sejumlah minyak yang terserap. Menurut Taylor et al. (1999), kandungan minyak dalam SBE berkisar antara 20% - 40%.
Melalui sistem pelarutan dan ekstraksi minyak dari SBE dipisahkan, sehingga kandungan minyak dibawah 3%, maka itulah yang disebut De-OBE. Hasil Kajian yang dilakukan oleh Pusjatan, limbah De-OBE dapat digunakan sebagai lapisan subgrade dengan distabilisasi kapur.
Kendala Dan Tantangan
Beberapa kendala yang akan dihadapi dalam pemanfaatan limbah B3 dalam bidang infrastruktur ke-PUPR-an, antara lain adalah:
Mutu/Kualitas material limbah B3 tidak sama (sifat fisik atau kimia).
Volume kebutuhan material tinggi, ketersediaan material sering menjadi keraguan (karena sistem pasarnya belum jelas).
Material limbah B3 dalam aplikasi di lapangan masih mendapatkan kendala dalam penerapannya (khususnya menyangkut perizinan dan aspek hukum lingkungan).
“Keraguan” masyarakat akan keselamatan dan keamanan lingkungan dalam pemanfaatan limbah B3.
Dalam perencanaan dan penyusunan DED Jalan spesifikasi material yang digunakan harus sesuai spesifikasi Umum Bidang Jalan dan jadwal waktu pelaksanaan umumnya terbatas (1 Tahun).
Adapun tantangan dalam pemanfaatan Limbah B3 antara lain:
Bagaimana penyeragaman mutu/kualitas limbah B3 (material/sumber,proses, teknologi dll) dan ketersediaan data-data (sifat fisik dan kimia) dari limbah B3 yang akan dimanfaatkan.
Kejelasan “rantai suplai atau rantai pasokan limbah B3 “.
Kebijakan yang mendorong penyederhanaan izin pemanfaatan limbah B3.
Penyamaan pemahaman dari instansi terkait tentang pemanfaatan Limbah B3, melalui kegiatan sosialisasi terkait pemanfaatan limbah B3 sebagai material konstruksi.
Dalam penerapannya keterlibatan penyedia jasa konstruksi perlu menjadi perhatian pengelola limbah B3.
Penyusunan Standar, Pedoman dan Manual atau Spesifikasi khusus untuk pemanfaatan limbah B3 yang dilingkup dalam spesifikasi umum bidang jalan dan jembatan.
Penyusunan Standar/Pedoman pengelolaan lingkungan pemanfaatan limbah B3 dalam tahap pra konstruksi/konstruksi dan pasca konstruksi pelaksanaan pemanfaatan limbah B3 bidang jalan.
Semoga kedepannya, limbah B3 bisa dioptimalkan sehingga bisa mendatangkan manfaat bagi bangsa Indonesia. Tidak lagi menimbulkan masalah lingkungan. Semoga.
Teknologi mengubah abu terbang (fly ash) menjadi bagian utama dari jembatan bentang panjang.
Sumber : BINEKA, Vol 1 Edisi Oktober 2020