Membangun Infrastruktur di Perbatasan
- 17 Jan 2022
- Artikel/Artikel
- 1803 viewed
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah teritorialnya 3,1 juta km² dan wilayah perairannya 5,8 juta km². Geogra? yang luas ini membuat Indonesia memiliki wilayah daratan dan lautan yang bersinggungan dengan banyak negara. Pada wilayah daratan, perbatasan Indonesia dengan Malaysia, Timur Leste, dan Papua Nugini sepanjang 3092,8 km. Sementara itu, wilayah lautnya berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Australia, Timur Leste, Palau, dan Papua Nugini.
Perbatasan antar negeri ini sangat diperlukan pembangunan infrastruktur yang memadai. Infrastruktur dan konektivitas menjadi bagian penting dalam pembangunan di perbatasan. Hal tersebut dapat menjalankan perekonomian masyarakat. Hadirnya kemudahan infrastruktur dan konektivitas di perbatasan dapat menentukan dan mempengaruhi harga kebutuhan pokok yang diperlukan oleh masyarakat sekitarnya. Mahalnya harga barang dari Indonesia dikarenakan rendahnya kualitas infrastruktur. Kualitas jalan yang buruk mengakibatkan arus logistik menuju daerah di perbatasan sangat sulit dijangkau. Kondisi seperti ini menyebabkan harga kebutuhan pokok menjadi relatif lebih mahal.
Anglin, Insinyur Muda di Perbatasan
Sosok yang berperan penting dalam dalam pembangunan infrastruktur dan konektivitas perbatasan adalah insinyur. Para insinyur di perbatasan Indonesia - Malaysia, tepatnya Temajok - Aruk - Entikong - Nanga Badau Provinsi Kalimantan Barat patut menjadi salah satu contoh keteladanan para insinyur lain. Meski harus berjuang di daerah terpencil yang terisolasi, para insinyur di perbatasan ini tidak pernah mengeluh, mereka tetap semangat untuk membangun Infrastruktur di sana.
Anglin Siona Tana salah satunya. Sosok insinyur muda yang menjadi Project O?cer PPK Perbatasan 2, Satuan Kerja Paralel Perbatasan Nanga Badau - Entikong Aruk - Temajok Provinsi Kalimantan Barat, Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Kalimantan Barat, Direktorat Jenderal Bina Marga, Ia dikenal sebagai pekerja keras yang bekerja ikhlas.
Pria kelahiran Rantepao, 22 Mei 1995, sudah merantau di Bandung untuk menempuh studi Teknik Sipil di Institut Teknologi Bandung dan berhasil mengenyam gelar sarjana pada tahun 2017. Ketertarikan Anglin pada dunia sipil sudah tertanam sejak Anglin SMA.
“Pertama kali saya mengenal dan tertarik dengan studi Teknik Sipil ketika beberapa mahasiswa ITB asal Sulawesi Selatan mensosialisasikan tentang jurusan-jurusan yang ada di kampusnya. Ketika mereka mempresentasikan tentang studi Teknik sipil, saya sangat tertarik karena melihat bangunan-bangunan yang megah seperti jembatan, jalan toll, gedung pencakar langit. Selain itu juga, karya para Insinyur Sipil tersebut merupakan ilmu terapan dari pelajaran matematika dan ?sika yang merupakan pelajaran favorit saya. Setelah mencari banyak referensi tentang studi teknik sipil, saya kemudian menyadari bahwa apapun aktivitas manusia, pasti membutuhkan infrastruktur yang memadai. Oleh karena itu pekerjaan perbaikan infrastruktur, pengembangan infrastrukur, dan pembangunan infrastuktur baru adalah suatu keniscayaan. Hal ini mengokohkan komitmen saya untuk menekuni studi Teknik Sipil karena Insinyur Sipil akan selalu dibutuhkan” ungkap Anglin kepada tim redaksi.
Menjadi PNS atas Restu Orang Tua
Pada awalnya, Anglin tidak pernah menyangka akan menjadi bagian dari Kementerian PUPR. Kepada tim redaksi ia menceritakan awal bergabung di Kementerian PUPR. Ketika lulus Sarjana, ia tidak tahu jika ada penerimaan CPNS karena saat itu Kementerian PUPR sedang moratorium CPNS. Ia hanya berfokus untuk menjadi insinyur di BUMN atau Perusahaan MultiNasional.
Disaat sedang menjalani seleksi di beberapa tempat, ia mendapatkan informasi bahwa ada penerimaan CPNS di Kementerian PUPR tahun 2017, akhirnya ia mendaftar dan mengikuti seleksi CPNS. “Berhubung pengumuman seleksi di salah satu BUMN duluan rilis, saya memutuskan untuk mengambil kesempatan tersebut. Selang 1 bulan kemudian, pengumuman CPNS Kementerian PUPR rilis, orang tua saya pun meminta saya untuk mempertimbang hal tersebut. Pada akhirnya, saya memutuskan untuk mengambil CPNS Kementerian PUPR karena selain restu orang tua, saya menyadari bahwa proses seleksi menjadi insan PUPR membutuhkan usaha dan doa yang lebih besar” ungkapnya kepada tim redaksi.
Bekerja di perbatasan sempat membuatnya khawatir. Ketika Anglin menerima SK Penempatan di Satker Paralel Perbatasan, rasa khawatir sempat muncul padanya. Ia membayangkan akan tinggal jauh dari pemukiman, terisolasi di hutan, makan seadanya, tidak ada hiburan, dan sulitnya bersosialisasi dengan masyarakat setempat. Pada kenyataannya, ya memang seperti itulah yang
terjadi. “Namun, semuanya itu tergantung bagaimana kita menyikapinya. Saya berusaha beradaptasi dengan lingkungan yang ada, membawa diri dan menikmati pekerjaan tersebut. Salah satu cara saya menikmati pekerjaan yaitu sering-sering berinteraksi dan berkelakar dengan rekan-rekan kerja” katanya.
Suka Duka Bekerja di Perbatasan
Bagi Anglin, pengalaman yang tak terlupakan selama di tempatkan di satuan kerja Paralel Perbatasan yaitu ketika ia melakukan monitoring dan evaluasi pekerjaan pembangunan jalan oleh ZENI AD di ruas Nanga Era - batas. Kaltim yang merupakan Kawasan Hutan Lindung. Untuk menuju ruas tersebut, harus melalui jalur darat yang permukaannya masih jalan tanah dengan medan perbukitan kemudian dilanjutkan melalui jalur sungai yang banyak riam menggunakan sampan.
Base Camp yang jauh memaksa Anglin untuk beristirahat di tengah hutan dengan kondisi seadanya. Bekal yang dibawah pun hanya mie instan, tapi ia tetap bersyukur karena alam yang masih terjaga, ia bisa menikmati ikan hasil pancing anggota ZENI AD, rusa hasil buruan warga serta merasakan air minum dari sungai yang jernih. Selain bisa punya kawan-kawan baru, Anglin juga bersyukur bisa punya pengalaman bekerja bersama ZENI AD dalam membangunan jalan. Tidak hanya itu, Anglin senang bekerja sama dengan masyarakat Entikong membangunan saluran drainase, sehingga menjadi pengalaman berharga baginya.
“Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ini membuat saya bisa berkawan dan membantu masyarakat perbatasan yang perekonomiannya terdampak pandemi COVID-19. Sebagian besar masyarakat yang terlibat dalam pekerjaan adalah tenaga kerja non skill sehingga kami berusaha membina mereka untuk melaksanakan pekerjaan tersebut supaya menghasilkan output yang baik. Mereka sangat berterima kasih kepada pemerintah karena dengan adanya program PEN tersebut mereka bisa memenuhi kebutuhan keluarga dan mendapatkan keterampilan baru untuk bekerja” ujarnya.
Rasa duka juga menghampiri Anglin yang saat itu mengalami kesulitan masyarakat perbatasan. Lebih jauh Anglin menceritakan bahwa fasilitas listrik pada umumnya sudah menyentuh sampai desa-desa. Namun belum maksimal karena masih dilakukan pemadaman pada waktu siang hari. Sedangkan ketersediaan bahan pangan di sana cukup memadai di pasar-pasar yang ada di sekitar pos lintas batas negera. Lokasi pasar-pasar tersebut masih bisa diakses dengan kendaraan walapun cukup jauh dari base camp tempatnya tinggal. Terkait fasilitas transportasi, apabila jalur darat ruas Parallel Perbatasan tidak bisa dilewati, maka perjalanan terpaksa dilakukan melalui jalur sungai menggunakan sampan warga. “Kendala yang cukup dirasakan di perbatasan yaitu keterbatasan sinyal sehingga jika ingin mengirim laporan maka harus ke puncak bukit atau dataran tinggi lainnya untuk mendapatkan sinyal yang stabil” sambungnya.
Tantangan lain yang ia temui adalah sulitnya mobilisasi personil, material, dan peralatan karena jalan yang dibangun menembus Kawasan Hutan Lindung, Kebun Sawit, dan Daerah Rawa yang tentunya tidak mudah untuk dilewati. Ruas Parallel Perbatasan banyak memotong arus sungai dan masih banyak lereng-lereng yang tidak stabil sehingga saat hujan turun, sering terjadi banjir dan longsor di banyak titik Selain kondisi alam, kondisi sosial masyarakat menjadi kendala dalam pekerjaan. Adat istiadat yang masih kental di Kalimantan menyebabkan banyak aturan-aturan adat yang harus dipatuhi dalam proses pelaksanaan di lapangan sehingga terkadang pekerjaan harus ditunda karena adat setempat.
Hal yang paling berkesan bagi Anglin selama di Temajok yaitu ketika membangun Jalan di tengah kebun sawit. “Tidak jarang harus menghadapi daerah rawa yang kalau banjir bisa sampai 1 meter. Namun, di ujung Jalan Parallel Perbatasan kita bisa menikmati keindahan pantai Temajok dan keunikan objek wisata Rumah Terbalik” tuturnya. Selain duka tentu banyak suka ditemuinya selama di perbatasan. Hal-hal yang disukai Anglin selama bekerja di perbatasan diantaranya dapat memperluas kolega, ia banyak mengenal wargasekitar sehingga ketika menghadapi kesulitan dalam pekerjaan di lapangan seringkali Anglin dibantu warga sekitar.
Selain itu pemandangan alam yang indah, hutan yang masih alami, dan sungai yang jernih menjadi hiburan tersendiri baginya. Harapannya dengan terwujudnya Jalan Parallel Perbatasan, masyarakat bisa lebih mudah mengakses pasar-pasar untuk menjual hasil kebunnya, mengakses puskesmas atau rumah sakit untuk berobat, dan mengakses tempattempat lain untuk memenuhi keperluannya.
Sumber : BINEKA, Vol. 2 Edisi April 2021