Kondisi Jalan Nasional Pasca Gempa Mamuju-majene
- 10 Okt 2021
- Artikel/Artikel
- 2499 viewed
Awal tahun 2021 menjadi duka bagi Indonesia di wilayah tengah, pasalnya pada tanggal 14 Januari 2021 pukul 14.35 WITA daerah Mamuju, Sulawesi Barat dan sekitarnya diguncang oleh gempa bumi tektonik dengan magnitudo M 5,9. Daerah ini kembali dilanda gempa bumi susulan 13 jam kemudian tepatnya tanggal 15 januari 2021 sekitar pukul 18.00 WITA bermagnitudo M 6,2 lebih besar dari gempa bumi sebelumnya.
BMKG menyatakan bahwa gempa bumi pertama berepisenter pada koordinat 118,89o BT dan 2,99o LS, sementara gempa bumi kedua berpusat di 118,94o BT dan 2,98o LS dengan kedalaman episenter masing-masing 18 km. Meski tidak berpotensi tsunami, namun dampak dari gempa diantaranya banyak bangunan yang runtuh, tidak sedikit pula korban jiwa dan beberapa ruas jalan tidak dapat digunakan bagi kendaraan untuk melintas, dikarenakan terdapat longsoran lereng yang mengganggu lalu lintas kendaraan.
Kementerian PUPR, termasuk salah satu kementerian yang meninjau langsung ke lapangan pada hari pertama pasca gempa. Kementerian PUPR melakukan inventarisasi pasca gempa untuk melakukan survei ruas jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten. Ruas jalan yang dilakukan survei adalah ruas jalan nasional yang menghubungkan Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Majene, terdiri dari tiga ruas jalan, yaitu: ruas jalan nasional Mamuju – batas Kabupaten Majene, batas Mamuju – Tameroddo dan Tameroddo – batas Kota Majene.
Diketahui dari hasil survei tersebut, tipe lereng pada ruas jalan nasional dan provinsi Sulawesi Barat, merupakan tipe lereng alam (natural slope). Tipe ini merupakan lereng yang terbentuk karena fenomena alam yang terjadi akibat dari proses geologi dan tidak ada perkuatan struktur.
Secara umum geometri lereng merupakan lereng tanah dengan material pembentuk yang sebagian besar tanah dan lapukan batuan. Dengan kondisi permukaan berupa vegetasi, maka harus diperkirakan beberapa drainase lereng yang mengalami kerusakan akibat pergerakan saat terjadinya gempa.
Kementerian PUPR, termasuk salah satu kementerian yang meninjau langsung ke lapangan pada hari pertama pasca gempa. Kementerian PUPR melakukan inventarisasi pasca gempa untuk melakukan survei ruas jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten
Sekilas Lereng Dan Faktor-Faktor Ketidakstabilan
Sebagaian besar wilayah di Indonesia memiliki topogra? pegunungan dengan derajat kemiringan lereng yang tinggi. Secara umum de?nisi lereng adalah sebuah permukaan tanah yang terbuka, berdiri membentuk sudut tertentu terhadap sumbu horizontal, atau permukaan tanah yang memiliki dua elevasi berbeda dengan permukaan tanah membentuk sudut.
Melihat bentuk kemiringan lereng, maka sering menimbulkan potensi longsor. Longsor terjadi ketika gaya penggerak lebih besar daripada gaya penahannya. Longsoran disebabkan oleh perpindahan material pembentuk lereng yang berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran yang bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabilan lereng alam, yaitu:
- Perubahan pro?l kemiringan lereng akibat beban tambahan di bagian atas lereng atau berkurangnya kekuatan di bagian dasar lereng;
- Peningkatan tekanan air tanah yang mengakibatkan penurunan tahanan geser pada tanah nonkohesif atau terjadinya pengembangan pada tanah kohesif. Tekanan air tanah dapat meningkat ketika tanah mengalami penjenuhan akibat air hujan, rembesan, atau munculnya air permukaaan;
- Penurunan kuat geser tanah atau batuan yang disebabkan oleh pelapukan, pencucian, perubahan mineralogi, dan adanya rekahan;
- Getaran yang disebabkan oleh gempa bumi, peledakan, atau pemancangan tiang
Kondisi Badan Jalan Mamaju – Majene Pasca Gempa
Longsoran yang terjadi pada area pasca gempa Mamuju – Majene umumnya adalah longsoran permukaan pada lereng atas. Secara garis besar kondisi lereng di ruas jalan nasional Mamuju – batas Kabupaten Majene, batas Mamuju – Tameroddo dan Tameroddo – batas Kota Majene dapat dibagi menjadi 3 kategori risiko, yaitu: risiko tinggi, risiko sedang dan risiko rendah.
Longsoran Risiko Tinggi
Risiko tinggi apabila pada lereng tersebut berpotensi terjadinya runtuhan batuan; atau perlu penyelidikan tanah lebih lanjut untuk penanganan permanen.
Lokasi Ruas Jalan Nasional batas Mamuju – Tameroddo KM 78 + 500 mengalami longsoran risiko tinggi. Saat dilakukan survei pada hari ketiga pasca gempa bumi, masih dilakukan pembersihan pada badan jalan. Longsoran pada lokasi ini adalah jatuhan batuan, yang berjenis batu pasir lapuk dan batu lempung masif.
Terlihat pada Gambar 2, batuan pada lokasi ini memiliki ukuran sangat besar dengan ukuran sisi hingga 2 m. Beberapa batuan sudah jatuh, tetapi ada beberapa batuan yang masih menempel pada lereng. Batuan yang menempel pada lereng berpotensi longsor apabila mendapat getaran akibat gempa susulan atau hujan lebat yang memberi dampak penjenuhan lereng.
Longsoran dengan risiko tinggi lainnya terjadi pada Ruas Jalan Nasional batas Mamuju – Tameroddo KM 58 + 375. Pada lokasi ini terjadi longsoran pada lereng bawah atau amblasan pada bahu jalan. Bronjong yang terdapat pada lokasi ini mengalami kerusakan. Bronjong berfungsi melindungi danmemperkuat struktur tanah di sekitar tebing, agar tidak terjadi longsor. Namun pada lokasi KM 58 +375, penanganan dengan bronjong tidak sesuai digunakan untuk lokasi ini.
Tim survei Kementerian PUPR mengusulkan untuk dilakukan pemboran teknik untuk mengetahui karakteristik tanah, terutama letak bidang gelincir. Data hasil pemboran teknik tersebut yang akan digunakan sebagai perhitungan penanganan apa yang dapat diterapkan. Sebagai penanganan sementara, perlu dijaga agar air tidak menggenangi lokasi tersebut dengan pemasangan kerb untuk pengarah aliran air, serta pemasangan terpal untuk menghindari erosi permukaan pada lereng badan timbunan.
Longsoran Risiko Sedang
Risiko sedang apabila ditemukan rekahan pada tanah, sehingga perlu ditutup dengan bahan yang kedap air agar air tidak masuk ke dalam badan jalan
Pada Ruas Jalan Nasional batas Mamuju – Tameroddo KM 59 + 590 mengalami longsoran dengan risiko sedang. Pada lokasi ini terdapat 2 permasalahan, yaitu longsoran permukaan pada lereng atas serta adanya retakan pada badan jalan seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Berdasarkan hasil survei debris pada badan jalan sudah dibersihkan, namun pada saluran drainase masih ditemukan debris yang menutupi saluran air. Hal ini harus dilakukan pembersihan agar aliran air dapat mengalir sehingga tidak masuk dan merusak badan jalan.
Selain pembersihan debris, retakan pada badan jalan perlu dijaga agar terhindar dari air yang masuk. Penanganan sementara yang dilakukan adalah penutupan retakan dengan terpal dan pengendalian aliran air permukaan.
Sebagai penanganan permanen pada badan jalan yang terjadi retakan, diperlukan pembongkaran badan jalan, serta pengisian retakan dengan urugan pilihan dan dipadatkan. Bahan pengisi harus padat agar kedap air. Selanjutnya, pada bagian atas diberi agregat kelas S. Untuk lereng atas dilakukan pelandaian dengan trapping per-lima meter, mengingat tinggi lerengnya lebih dari lima meter.
Longsoran Risiko Rendah
Risiko rendah apabila secara umum kondisi lereng yang sudah longsor aman, penanganan yang diperlukan adalah pelandaian lereng atau trapping.
Pada Ruas Jalan Nasional Mamuju – batas Kab. Majene KM 26 + 350 mengalami longsoran dengan risiko rendah. Pada Gambar 5 terlihat lokasi ini juga terjadi longsoran permukaan di lereng atas. Seperti pada lokasi- lokasi lainnya, pada badan jalan sudah tidak ditemukan debris, namun pada beberapa lokasi terdapat saluran yang masih tertutup oleh debris.
Penanganan sementara yang dapat dilakukan adalah dengan pembersihan saluran drainase. Pada saat melakukan survei, kondisi tanah pembentuk lereng terlihat lembab, sehingga perlu dibuatkan suling-suling air yang dapat mengalirkan air ke luar. Selain itu, mengingat tinggi lereng atas sekitar ± 25 m, maka perlu dilakukan pelandaian/trapping.
Kondisi Jembatan Pada Ruas Jalan Nasional Mamuju – Majene Pasca Gempa
Secara fungsional kondisi jembatan pada ruas jalan nasional Mamuju – Majene dalam kondisi baik. Kerusakan yang terjadi pada umumnya berupa penurunan tanah timbunan (oprit), kerusakan pada sambungan siar muai, dan bangunan penahan gempa yang sebagian betonnya mengalami pecah.
Namun terdapat beberapa jembatan yang memerlukan perhatian khusus diantaranya yaitu Jembatan Losa 1 yang mengalami penurunan tanah timbunan dan pergerakan fondasi, Jembatan S. Taosa mengalami pergeseran bangunan atas ±10 cm, dan Jembatan S. Karangmate yang mengalami pergeseran ±20 cm.
Kondisi Perkerasan Pada Ruas Jalan Nasional Mamuju – Majene Pasca Gempa
Pada ruas jalan kota Mamuju, banyak ditemukan kerusakan perkerasan jalan berupa pergeseran akibat dari gempa. Tipikal kerusakan yakni retak memanjang paling banyak terjadi pertemuan antara perkerasan lentur dan saluran drainase berupa box culvert
Penutup
Kondisi jalan nasional Mamuju – Majene Pasca Gempa mengalami beberapa kerusakan pada badan jalan yang terdapat longosoran dengan kategori risiko tinggi, risiko sedang, dan risiko rendah, kerusakan jembatan yang mengalami oprit, kerusakan sambungan siar muai dan bangunan penahan gempa yang mengalami pecah beton, serta kerusakan perkerasan pada ruas jalan yang mengalami reta memanjang.
Kondisi tersebut memerlukan tindakan penanganan dengan rekomendasi sebagai berikut:
- Penanganan secara umum pada longsoran ruas jalan nasional Mamuju – Majene adalah perbaikan dan pembersihan saluran drainase, pelandaian / trapping lereng atas penanganan erosi dengan vegetasi, dan penutupan rekahan yang terjadi pada jalan.
- Penanganan khusus pada ruas jalan nasional Mamuju – Majene KM 78 + 500 dengan menggunakan 2 opsi. Penangan pertama yang dilakukan adalah penurunan batuan yang menempel pada permukaan lereng, pembersihan batuan yang menutupi badan jalan, selanjutnya memasangkan jaring batuan di lereng yang pernah longsor. Setelah itu, langkah selanjutnya pada opsi pertama yakni penyediaan bu?er zone dan pembuatan bu?er wall di bawah lereng, alinemen jalan baru yang menjauhi lereng atas, serta perkuatan lereng bawah. Sedangkan opsi kedua penanganan dapat dilakukan dengan pembuatan DPT serta jaring beton dilereng dan perbaikan perkerasan jalan eksisting, dengan alinemen jalan tidak berubah.
- Penanganan secara umum kerusakan jembatan pada ruas jalan nasional Mamuju – Majene dapat dilakukan dengan perbaikan tanah timbunan dengan perbaikan dinding penahan tanah yang mengalami pecah atau retak, perbaikan sambungan siar muai dan elemen penahan gempa, reposisi bangunan atas, penggantian landasan jembatan, serta pemanfaatan timbunan ringan untuk mengurangi beban lateral dan penurunan yang terjadi.
- Penanganan kerusakan perkerasan ruas jalan nasional Mamuju-Majene dapat dilakukan secara sementara dan permanen. Penangan sementara dilakukan untuk kerusakan perkerasan lentur dan retak halus dengan lebar < 0,5 cm dapat langsung ditutup dengan laburan aspal (buras). Sedangkan penanganan sementara untuk retakan dengan lebar > 0,5 cm harus diisi dulu dengan agregat dan dipadatkan, untuk selanjutnya diberi laburan aspal (buras).
- Untuk penanganan permanen perkerasan dilakukan dengan merekontruksi jalan sampai tanah dasar (tanah eksisting). Perkuatan tanah dasar dapat menggunakan geosintetik stabilisator yang mengacu pada pedoman dengan nomor Pd-T-003/BM/2009.
Sumber : BINEKA, Vol. 2 Edisi April 2021