Artikel

Beranda Artikel Antisipasi Retak Refleksi dengan VTO Crumb Rubber di Tol Solo-Kertosono
Beranda Artikel Antisipasi Retak Refleksi dengan VTO Crumb Rubber di Tol Solo-Kertosono

Antisipasi Retak Refleksi dengan VTO Crumb Rubber di Tol Solo-Kertosono

  •  08 Agus 2019
  • Artikel/Artikel
  • 2901 viewed
Antisipasi Retak Refleksi dengan VTO Crumb Rubber di Tol Solo-Kertosono
Foto: Antisipasi Retak Refleksi dengan VTO Crumb Rubber di Tol Solo-Kertosono

Penghamparan aspal crumb rubber di Tol Solo-Kertosono, 2017 (Dok. PPK PJBH Solo-kertosono 1 Colomadu-Karanganyar Seksi 1)

Teknologi Ramah Lingkungan
Inovasi-inovasi di bidang kebinamargaan terus memunculkan sesuatu yang baru, salah satunya penggunaan limbah karet yang diolah menjadi Crumb Rubber. Inovasi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur selain mempertimbangkan pentingnya teknologi yang ramah lingkungan.
Crumb Rubber merupakan salah satu hasil pengolahan (parutan) limbah ban bekas. Pengolahan ban bekas bisa berupa recycled rubber dan reclaimed rubber (Adhikari, De, and Maiti 2000 dalam Mulyani, Hamdani 2017). Hal ini dapat mengurangi jumlah limbah karet yang terbuang ke lingkungan.
Crumb Rubber ini kemudian digunakan dalam dunia konstruksi dalam bentuk Aspal Modifikasi Crumb Ruber (Mod-CR). Salah satu penerapannya adalah sebagai Lapis Tipis Aspal/Very Thin Overlay yaitu campuran beraspal panas dengan aspal keras atau aspal alam yang dimodifikasi dengan Crumb Rubber, bergradasi terbuka dengan ukuran maksimum agregat 12,5 mm. Campuran beraspal ini digunakan untuk lapis preservasi perkerasaan beraspal atau perkerasan beton, yang disebut sebagai VTO Mod-CR. Bila dihampar di atas lapis beraspal, tebal minimal padat adalah 2,5 cm, bila dihampar di atas perkerasan beton, minimal tebal padat 2,0 cm.


Perbaikan Akibat Nilai IRI
Very Thin Overlay (VTO) ini juga digunakan di beberapa titik penanganan di Tol Solo-Kertosono (Soker) ruas Colomadu-karanganyar.
Dengan karakteristik uniknya yang tipis (2 cm) VTO memang tidak memiliki nilai struktur karena hanya bersifat lapisan permukaan yaitu untuk memperbaiki permukaan jalan.
“VTO kita gunakan untuk memperhalus perataan permukaan saja. Hal ini untuk memperbaiki IRI (International Roughness Index for Road) yang di atas 4. Karena aturan di NSPM tol untuk rigid, IRI nya maksimal 4. Untuk itu VTO ini hanya diaplikasikan di spot-spot yang IRI nya sudah melebihi 4” Ujar Syahputra Amal Ginting, Koordinator Pengawas Lapangan di PPK Tol Solo-Kertosono 1 Colomadu-Karanganyar Seksi 1, saat ditemui Media-7 di depan Junction Kartosuro.
Menurutnya hal ini disebabkan karena beberapa ruas di Tol Solo-Kertosono ini memang sudah dibangun dan dirigid lama. Salah satu ruas yang di blacktop ada yang dibangun dan dirigid tahun 2012 sehingga di beberapa titik ada yang mengalami retak.


Karakter Rigid dan Kerentanan Retakan
“Di (tol) Soker (Solo-Kertosono) ini ada beberapa lokasi yang sesuai dengan desain harus diblack top. Jadi desain dari awal rigid (beton) kemudian diaspal. Awalnya sempat akan menggunakan aspal konvensional, namun berkaca dari pengalaman di tempat lain terutama di tol dan di Pantura, jika rigid kemudian dilapisi dengan aspal konvensional akan terjadi retak refleksi atau retak segmental” Ujar Bedru Cahyono, PPK Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Solo-Kertosono 1 Colomadu-Karanganyar Seksi 1.

Pengaruh joint pada perkerasan akibat beban (sumber: https://azanurfauzi.blogspot.co.id/2010/06/rigid-pavement.html)

 Pengaruh joint pada perkerasan akibat beban (sumber: https://azanurfauzi.blogspot.co.id/2010/06/rigid-pavement.html )


Bedru kemudian menjelaskan karakter rigid yang per segmen, dan antar segmen ada jointnya (sambungan). Dan ini akan bergerak akibat muai susut maupun bergerak karena ada beban. Meskipun di tengahnya ada dowel (batang baja polos penghubung dua komponen struktur), namun fungsinya tidak untuk perkuatan tetapi untuk menyalurkan beban.
“Aspal di atas rigid itu menerus (tidak segmental). Oleh karena itu ketika di bawahnya bergerak dan diatasnya menerus pasti di tempat yang bergerak itu terjadi retakan. Itulah yang terjadi jika kita memakai aspal konvensional” lanjut Bedru.
satu lajur rigid yang telah di“Blacktop” dan satu lajur yang belum diblacktop (Dok. PPK PJBH Solo-kertosono 1 Colomadu-Karanganyar Seksi 1)
satu lajur rigid yang telah di“Blacktop” dan satu lajur yang belum diblacktop (Dok. PPK PJBH Solo-kertosono 1 Colomadu-Karanganyar Seksi 1)
Aspal konvensional yaitu desain Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) atau lapisan perkerasan yang paling atas dan biasanya memiliki kadar aspal yang relatif lebih rendah sehingga kaku dan keras.


Proses pengambilan keputusan menggunakan VTO Crumb Rubber
“Kami berkonsultasi dengan beberapa ahli dari Direktorat dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan (Pusjatan) bahwa ada peluang atau ada pengalaman untuk mengeliminir retakan akibat joint tadi dengan lapisan yang tipis. Pada saat itu opsinya ada dua, yaitu: satu, tebal sekalian yaitu 10 cm ke atas, jadi dia refleksinya dari bawah sudah tidak terasa lagi; atau yang kedua, tipis tapi sifatnya hanya surfacing (lapisan permukaan) dengan bahan yang fleksibel dan aspal dengan gradasi senjang sehingga kadar aspalnya tinggi sehingga menjadi relatif lebih fleksibel. Itu alasan pertama.” Ujar Bedru menjelaskan alasan di balik pemilihan VTO.
“Kemudian alasan kedua, di Bina Marga banyak opsi untuk lapis tipis. VTO itu sendiri ada yang VTO dengan aspal konvensional, maupun yang dengan Crumb Rubber. Pada saat itu spesifikasi yang sudah siap di Bina marga adalah VTO dengan Crumb Rubber”


Uji Laboratorium
Seperti halnya campuran material lainnya yang akan dipakai untuk proses konstruksi dan harus melalui serangkaian uji laboratorium untuk memastikan kadar material yang dipakai tersebut telah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan, maka VTO Crumb Rubber pun melalui uji laboratorium.
“Oleh karena itu untuk mengaplikasikan VTO itu membutuhkan waktu karena syarat-syarat untuk aspal cukup ketat dari spesifikasinya. Diantaranya harus diuji dengan alat khusus, dan di Indonesia yang memiliki alat tersebut adalah Laboratorium di Cikampek milik BBPJN VI. Mengingat produk VTO ini tidak general berbeda dengan aspal A atau B yang bisa dibeli di pasaran. Artinya produsen tidak spesifik memproduksi ini. Karena ini by request, mereka meramu komposisi kemudian kita ujikan, jika hasilnya sesuai, itulah yang kita pakai. Makanya kita butuh waktu.”
Bedru menceritakan bahwa pihaknya juga mengecek Crumb Rubber hingga ke tempat mencampur (meramu komposisi) di laboratorium.
“Crumb Rubber merupakan inovasi 5 tahun lalu dari Bina Marga. Inovasi ini dipakai untuk perkuatan atau membuat viskositas (kekentalan) aspal yang semakin baik. Artinya jika temperatur panas dia tidak terlalu encer, kalau temperatur dingin dia tidak terlalu kental sehingga fleksibilitasnya tinggi. Ketika diaplikasikan sebagai lapisan di atas rigid maka dia otomatis mengikuti pergerakan sehingga tidak terjadi retak.” Kata Bedru.
Biro and Bence (2005)( dalam Sri Mulyani, Hamdani, 2017) membandingkan aspal karet dengan aspal modifikasi lain, hasilnya disimpulkan bahwa semua sampel yang mengandung Crumb Rubber menunjukkan kinerja terhadap aging yang lebih unggul dibanding aspal modifikasi lainnya. Alasan penting yang mendasari hal tersebut adalah kadar karbon dari Crumb Rubber.
tekstur VTO Crumb rubber meskipun lebih kasar namun fleksibilitasnya tinggi dibanding aspal konvensional (Dok. Humas BBPJN VII)

tekstur VTO Crumb rubber meskipun lebih kasar namun fleksibilitasnya tinggi dibanding aspal konvensional (Dok. Humas BBPJN VII)

Kendala Yang Dihadapi
Bedru menyayangkan sekaligus memaklumi tidak semua ruas dilapisi VTO. Hal ini disebabkan karena keterbatasan supply dan kemampuan alat itu sendiri.
“Karena untuk mencampur VTO, alat itu harus dimodifikasi, tangkinya khusus, aspalnya juga khusus. Produksi materialnya juga beda dengan aspal yang biasa, jadi lebih lama, karena kebutuhan materialnya rata-rata juga kecil.”
Tangki penyimpanan aspal VTO yang dipersyaratkan harus dilengkapi dengan pemanas yang dapat dikendalikan dengan efektif dan handal. Pemanasan harus dilakukan melalui kumparan uap (steam coils), listrik atau cara lainnya sehingga api tidak langsung memanasi tangki aspal. Selain itu tangki harus dilengkapi dengan termometer untuk memantau temperatur aspal. Sebuah keran juga harus dipasang pada pipa keluar dari setiap tangki untuk pengambilan benda uji, serta berbagai persyaratan lainnya.
“Oleh karena itu tidak semua 10 Km total yang direncanakan untuk diblacktop, hanya 6 Km yang memakai VTO, sisanya 4 Km memakai aspal konvensional. Sekalian ini kita trial, seperti apa sih nanti perbedaannya” pungkasnya. (LU/CK)

Penulis : Lia Ursula, S.AP, MT.
Penelaah Publikasi Sub Bagian Kepegawaian, Hukum dan Komunikasi Publik,
Bagian Tata Usaha, BBPJN VII Semarang

Referensi :

1. Manual Desain Perkerasan 2017

2. Prosedur Pemeliharaan Jalan