JAKARTA – BINA MARGA Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah menyepakati bahwa angka kecelakaan di lintas sebidang penyeberangan kereta masih tinggi. Data Kementerian Perhubungan menunjukkan bahwa 85% kecelakaan di lintasan sebidang kerap terjadi di perlintasan yang tak berizin atau tak terdaftar. Lintasan semacam ini juga tidak ada penjagaan resmi dari pihak terkait. Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi V DPR dengan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemhub, PT. Kereta Api Indonesia (KAI), PT. Kereta Commuter Indonesia (KCI), rabu (14/09).
Terkait permasalahan tersebut, Direktur Jenderal Bina Marga, Hedy Rahadian mengatakan bahwa ada kebijakan baru dalam pembangunan Jalan Nasional, yakni perancangan jalan tanpa menggunakan lintasan sebidang. Lintasan sebidang yang dimaksud adalah titik pertemuan atau penyeberangan antara Jalan Nasional dan jalur kereta. “Ini sudah kita laksanakan. Bisa dilihat di setiap jalan lingkar yang baru atau bypass kita buat lintasan tak sebidang,” jelas Hedy.
Menurut Hedy, kebijakan tersebut sesuai dengan amanat UU No. 23 Tahun 2007 Pasal 91 (1) tentang perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang. Aturan lain, PP No. 6 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian dalam salah satu butirnya menyebutkan pembangunan perpotongan tidak sebidang untuk Jalan Nasional dilakukan oleh kementerian yang membidangi urusan jalan berdasarkan permintaan Menteri. Sementara untuk jalan provinsi dan kabupaten/kota dapat dilakukan oleh Menteri berdasarkan permintaan gubernur dan bupati/walikota.
Selain itu, hingga 2022 Bina Marga telah mengubah perlintasan sebidang menjadi tak sebidang antara jalur kereta api dan Jalan Nasional di 49 titik yang telah memakan biaya total Rp. 21,45 Trilyun. Empat diantaranya rampung pada tahun 2017, yaitu FO Kesambi sepanjang 446,5 meter, FO Kretek sepanjang 788,5 meter, FO Klonengan sepanjang 760 meter, dan FO Dermoleng sepanjang 617,5 meter.
Sementara Underpass Karangsawah sepanjang 850 meter rampung pada tahun 2018. Lima infrastruktur tersebut terletak di Provinsi Jawa Tengah.
Tahun 2023, Bina Marga merencanakan penanganan perlintasan jalur kereta api di empat titik, yaitu FO Gelumbang sepanjang 700 meter di Provinsi Sumatera Selatan, FO Aloha sepanjang 858 meter di Provinsi Jatim, Underpass Joglo sepanjang 450 meter di Provinsi Jateng, dan FO Nurtanio sepanjang 937 meter di Provinsi Jabar. ”Flyover Nurtanio ini untuk mendukung infrastruktur Kereta Cepat Jakarta Bandung,” jelas Hedy.
Capaian tersebut menyisakan 150 titik perlintasan sebidang yang belum ditangani dengan estimasi kebutuhan biaya sangat besar. Hedy mengatakan anggaran rata-rata yang dibutuhkan untuk membangun lintas sebidang seperti sebuah Flyover atau Underpass mencapai Rp. 150
Milyar. Maka pemerintah membutuhkan dana sekira Rp. 300 Trilyun untuk membangun 150 perlintasan tak sebidang di seluruh Jalan Nasional.
“PUPR punya problem dengan budget constraint ini. Kalau kebutuhan keseluruhan Rp. 300 Trilyun ini akan menjadi angka yang tidak realistis,” terang Hedy. Terkendala dana, selain kebijakan jalan Nasional baru tanpa lintasan sebidang, Hedy menyarankan beberapa hal lain untuk mengurangi angka kecelakaan di lintasan sebidang ini.
Pertama, menggiatkan penjaga disetiap perlintasan sebidang. Mempersiapkan Early Warning System. Penggunaan dan peningkatan kepatuhan pada perambuan. Terakhir, penutupan lintasan yang tidak dijaga.
Pada kesempatan yang sama, Plt Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Zulmafendi mengatakan dalam kurun waktu 2019-2022 tercatat 999 kasus kecelakaan di lintasan sebidang yang tidak dijaga sementara hanya ada 136 kasus kecelakaan di lintasan sebidang yang dijaga. Meski begitu angka tersebut sudah menunjukkan penurunan pertahun karena sejak 2018-2022 pihaknya telah merampungkan perlintasan tak sebidang berupa 10 Flyover, 8 Underpass, dan 24 Jembatan Penyeberangan Orang/Motor.
Komisi V berharap Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Jenderal Perkeretapian, PT KAI, dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) untuk meningkatkan koordinasi dalam pengelolaan perlintasan sebidang, terutama terkait pembagian tanggung jawab dan kewenangan dalam penyediaan fasilitas keselamatan, perawatan dan penertiban perlintasan sebidang. Perlu ada political will dan kolaborasi para stakeholders untuk bekerja bersama sehingga mewujudukan keselamatan transportasi darat. “Karena keselamatan adalah hal yang utama dalam transportasi,” ujar Sudewo, anggota Komisi V Fraksi Partai Gerindra. (ian)
Sumber : Website Direktorat Jendral Bina Marga